Jumat, 22 Mei 2009

Ilusi Sebuah Negara Islam

oleh : KH. Abdurrahman Wahid

Setelah menyadari banyak masjid dan jamaahnya diserobot oleh kelompok- kelompok

garis keras, NU mulai melakukan konsolidasi dengan menata kembali
organisasinya, antara lain, di masjid-masjid. PBNU menyatakan dengan
tegas bahwa gerakan Islam transnasional seperti al-Qaidah, Ikhwanul
Muslimin (yang di sini direpresentasikan oleh PKS—red.), dan Hizbut
Tahrir adalah gerakan politik yang berbahaya karena
mengancam paham
Ahlussunnah wal Jamâ‘ah, dan berpotensi memecah-belah bangsa.(18)
Kemampuan mereka berpura-pura bisa menerima paham dan tradisi NU juga
membuat mereka sangat berbahaya karena bisa menyusup kapan saja dan ke
mana saja.

Sementara terkait dengan isu khilafah yang diperjuangkan HTI, Majlis
Bahtsul Masa’il memutuskan bahwa Khilafah Islamiyah tidak memiliki
rujukan teologis, baik di dalam al-Qur’an maupun hadits.(19)

Walaupun di beberapa tempat NU telah berhasil mengusir kelompok garis
keras, namun di banyak tempat upaya penyusupan dan penyerobotan masjid
dan jamaah NU terus dilakukan. Secara umum, sebagaimana ditunjukkan
penelitian ini, penyusupan garis keras jauh lebih gencar daripada upaya
NU untuk mengusirnya. Jika ini terus dibiarkan maka bukan tidak mungkin
bahwa NU akan kehilangan presentase signifikan jumlah jamaah dan
masjidmasjidnya, dan berubah menjadi kurang spiritul dan
lebih keras.

Penyusupan garis keras di lingkungan NU, dan kegagalan ormas terbesar
dunia ini menghentikan infiltrasinya ke pemerintahan, MUI dan
bidang-bidang strategis lain secara umum di negara ini, salah satu
sebabnya terjadi karena fenomena “kyai materi” yang tersebar luas.
“Kyai-kyai materi” lebih mengutamakan kepentingan pribadinya daripada
kepentingan jamaah dan jam‘iyah NU serta negara. Puluhan juta jamaah NU
yang terkonsentrasi di desa-desa dan daerah-daerah tertentu, adalah
kelompok pemilih terbesar (the largest single group of voters) di
Indonesia. Suara mereka bisa menentukan siapa yang akan terpilih untuk
naik ke kursi DPRD, DPR, Bupati, Gubernur dan Presiden. Realitas ini
mendorong banyak parpol tergoda untuk memanipulasi NU dan memanfaatkan
hubungan dengan kyai-kyai materi demi ke pentingan politik mereka.
Karena sifat dasar manusia, ada kyai-kyai yang merindukan amplop
atau
kedudukan politik kemudian maju untuk menjadi pengurus NU di tingkat
cabang, wilayah, atau pusat, sebagai jembatan untuk memanfaatkan dan
dimanfaatkan oleh parpol-parpol dan politisi tertentu.

Pada saat yang sama, banyak kyai-kyai spiritual yang mundur dari arena
penuh pamrih dan kepentingan pribadi tersebut dan hanya berbagi ilmu
dengan orang-orang yang datang tanpa pamrih untuk mendekati Tuhan,
bukan kedudukan. Dengan jumlah anggota sekitar empat puluh juta, NU
—bersama Muhammadiyah— betul-betul bisa menjadi soko guru yang mampu
untuk tetap menyangga bangunan negara dan bangsa Indonesia. Tetapi,
untuk bisa memenuhi amanah tersebut, NU harus melakukan revitalisasi
spiritual dan kembali ke nilai-nilai utamanya. Dengan cara demikian,
para ulama bisa membimbing yang berkuasa dan tidak membiarkan dirinya
diperalat oleh mereka.

Nenek moyang kita meyakini hal ini sebagai dharma manusia, dan
karena
alasan itulah wayang kulit selalu menggambarkan raja-raja bersikap
hormat dan tunduk kepada para resi, dan bukan sebaliknya.

Dewasa ini, kultur wayang yang khas Indonesia dan penuh nilai- nilai
luhur sudah mulai tersisih oleh kultur asing. Adopsi kultur asing
secara tidak cerdas akan membuat bangsa Indonesia kehilangan
jatidirinya sebagai bangsa. Hal ini bisa dilihat —antara lain— dalam
kasus yang terjadi di Cairo pada awal tahun 2004. Saat itu salah
seorang Ketua PBNU diundang menyampaikan paper dalam forum Pendidikan
dan Bahtsul Masa’il Islam Emansipatoris bersama Prof. Dr. Hassan Hanafi
dan Dr. Youhanna Qaltah. Sehari sebelum paper disampaikan, Presiden
Perhimpunan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir dan
teman-temannya masuk ke hotel Sonesta tempat acara akan dilaksanakan
dan mengancam Ketua PBNU dimaksud menyajikan papernya. Mereka
mengancam, jika larangannya tidak diindahkan, apa
pun akan dilakukan
untuk menghentikan, termasuk pembunuhan. “Kalau Bapak masih bersikeras,
saya sendiri yang akan membunuh Bapak,” ancam Limra Zainuddin, Presiden
PPMI.(20)

Setelah diselidiki, konon para mahasiswa tadi adalah para aktivis PK
(PKS) di Cairo.(21)Sebagai Muslim, mahasiswa itu seharusnya bersikap
tawâdlu‘ (rendah hati), menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang
lebih muda (laisa minnâ man lam yukrim kibâranâ wa lam yarham
shighâranâ). Namun semua ini tidak terjadi karena tidak adanya
pemahaman dan internalisasi ajaran Islam yang penuh spiritualitas, dan
mereka telah mengadopsi kultur asing secara tidak cerdas. Dua hal ini
bisa membuat siapa pun mudah terjebak ke dalam pemahaman- pemahaman
yang sempit dan kaku. Siapa pun yang tidak mempunyai pemahaman yang
mendalam tentang Islam, khususnya tentang hakikat dan ma‘rifat, akan
melihat bahwa apa yang disampaikan kelompok- kelompok
garis keras sama
belaka seperti yang dipahami oleh kebanyakan umat Islam. Mereka
menggunakan bahasa yang sama dengan umat Islam pada umumnya, seperti
dakwah, amar ma’rûf nahy munkar atau Islam rahmatan lil-‘âlamîn, tapi
sebenarnya mereka memahaminya secara berbeda.(22)

Di tangan mereka, amar ma‘rûf nahy munkar telah dijadikan legitimasi
untuk melakukan pemaksaan, kekerasan, dan penyerangan terhadap siapa
pun yang berbeda. Mereka berdalih memperjuangkan al-ma‘rûf dan menolak
al-munkar setiap kali melakukan aksi-aksi kekerasan atau pun
mendiskreditkan orang atau pihak lain.

Sementara konsep rahmatan lil-‘âlamîn digunakan sebagai dalih
formalisasi Islam, memaksa pihak lain menyetujui tafsir mereka, dan
menuduh siapa pun yang berbeda atau bahkan menolak tafsir mereka
sebagai menolak konsep rahmatan lil-‘âlamîn, sebelum akhirnya dicap
murtad dan kafir. Padahal, sebenarnya semangat dasar
dakwah adalah
memberi informasi dan mengajak, dan Islam menjamin kebebasan dalam
beragama (lâ ikrâh fi al-dîn [QS. al-Baqarah, 2: 256]).(23) Di sini
kita melihat kontradiksi mendasar antara aktivitas kelompok- kelompok
garis keras dengan ajaran Islam yang penuh kasih sayang, toleran, dan
terbuka.

Penggunaan bahasa yang sama ini membuat mereka menjadi sangat
berbahaya, karena dengan bahasa yang sama mereka mudah mengecoh banyak
umat Islam dan mudah pula menyusup ke mana-mana dan kapan saja. Dengan
strategi demikian, ditambah militansi yang tinggi dan dukungan dana
yang kuat dari luar dan dalam negeri, kelompok-kelompok garis keras ini
telah menyusup dan berusaha mempengaruhi mayoritas umat Islam untuk
mengikuti paham mereka. Umat Islam dan pemerintah selama ini telah
terkecoh dan/atau membiarkan aktivitas kelompok- kelompok garis keras
sehingga mereka semakin besar dan kuat dan semakin mudah
memaksakan
agenda-agendanya, bukan saja kepada ormasormas Islam besar tetapi juga
kepada pemerintah, partai politik, media massa, dunia bisnis, dan
lembaga-lembaga pendidikan.

Sikap militan dan klaim-klaim kebenaran yang dilakukan kelompok-
kelompok garis keras memang tak jarang membuat mayoritas umat Islam,
termasuk politisi oportunis, bingung berhadapan dengan mereka, karena
penolakan kemudian akan dicap sebagai penentangan terhadap syariat
Islam, padahal tidak demikian yang sebenarnya. Maka tidak heran jika
banyak otoritas pemerintah dan partai- partai politik oportunis mau
saja mengikuti dikte kelompok garis keras, misalnya dengan membuat
Peraturan Daerah (Perda) Syariat yang inkonstitusional. Padahal, itu
adalah “Perda fiqh” yang tidak lagi sepenuhnya membawa pesan dan ajaran
syari‘ah, dan muatannya bersifat intoleran dan melanggar hak-hak sipil
serta hak-hak minoritas karena diturunkan dari
pemahaman fiqh yang
sempit dan terikat, di samping juga tidak merefleksikan esensi ajaran
agama yang penuh spiritualitas, toleransi, dan kasih sayang kepada
sesama manusia.

Ringkasnya, para politisi oportunis yang bekerjasama dengan partai atau
kelompok-klompok garis keras sangat berbahaya juga. Mereka ikut
menjerumuskan negara kita ke arah jurang perpecahan dan kehancuran.
Mereka tidak memperhatikan, dan bahkan mengorbankan, masa depan bangsa
yang multi-agama dan multi-etnik. Sepertinya mereka hanya mementingkan
ambisi pribadi demi melanggengkan kekuasaan dan meraih kekayaan.

Gerakan garis keras terdiri dari kelompok-kelompok yang saling
mendukung dalam mencapai agenda bersama mereka, baik di luar maupun di
dalam institusi pemerintahan negara kita. Ancaman yang sangat jelas
adalah usaha mengidentifikasi Islam dengan ideologi Wahabi/Ikhwanul
Muslimin serta usaha untuk melenyapkan budaya dan tradisi
bangsa kita
dan menggantinya dengan budaya dan tradisi asing yang bernuansa Wahabi
tapi diklaim sebagai budaya dan tradisi Islam. Bagian manapun dari
kedua bahaya tersebut, atau keduanya, hanya akan menempatkan bangsa
Indonesia di bawah ketiak jaringan ideologi global Wahabi/Ikhwanul
Muslimin. Dan yang paling memprihatinkan, sudah ada infiltrasi ke dalam
institusi pemerintah yang sedang digunakan untuk mencapai tujuan ini.

Agen-agen garis keras juga melakukan infiltrasi ke Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Bahkan sudah dibilang, MUI kini telah menjadi bungker
dari organisasi dan gerakan fundamentalis dan subversif di Indonesia.
(24) Lembaga semi pemerintah yang didirikan oleh rezim Orde Baru untuk
mengontrol umat Islam itu, kini telah berada dalam genggaman garis
keras dan berbalik mendikte/mengontrol pemerintah.

Maka tidak heran jika fatwa-fatwa yang lahir dari MUI bersifat kontra
produktif dan memicu
kontroversi, semisal fatwa pengharaman
sekularisme, pluralisme, liberalisme dan vonis sesat terhadap kelompok-
kelompok tertentu di masyarakat yang telah menyebabkan aksi-aksi
kekerasan atas nama Islam.

Berbagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok garis
keras seperti Front Pembela Islam (FPI) dan lain-lain yang
menghancurkan dan memberangus orang lain yang dinyatakan sesat oleh
MUI, dan dukungan pengurus MUI kepada mereka yang melakukan aksi-aksi
kekerasan terkait, mengkonfirmasi pernyataan bahwa MUI telah memainkan
peran kunci dalam gerakan-gerakan garis keras di Indonesia. Saat ini
ada anggota MUI dari Hizbut Tahrir Indonesia, padahal HTI jelas-jelas
mencita-citakan khilafah Islamiyah yang secara ideologis bertentangan
dengan Pancasila dan NKRI.

Rendahnya perhatian dan keprihatinan terhadap fenomena garis keras
tidak hanya mengenai ideologi, gerakan, dan infiltrasi mereka.
Arus
dana Wahabi yang tidak hanya membiayai terorisme tetapi juga penyebaran
ideologi dalam usaha wahabisasi global juga nyaris luput dari perhatian
publik.(25) Selama ini, arus dana Wahabi ke Indonesia tidak mendapat
perhatian publik secara serius, padahal dari sinilah fenomena
infiltrasi paham garis keras memperoleh dukungan dan dorongan yang luar
biasa kuat sehingga menjadi bisnis yang menguntungkan banyak agennya.

Ada orang-orang yang sadar bahwa petrodollar Wahabi yang sangat besar
jumlahnya masuk ke Indonesia, namun cukup sulit untuk membuktikannya di
lapangan karena pihak yang menerima sangat sensitif atas isu ini dan
menolak membicarakannya. Sepertinya, penolakan ini dilakukan karena
agen garis keras malu jika diketahui bahwa mereka telah menjual agama,
malu jika diketahui mengabdi pada tujuan Wahabi, dan memang untuk
menyembunyikan infiltrasi Wahabi/Ikhwanul Muslimin terhadap Islam
Indonesia. Pada
sisi yang lain, badan negara yang bertanggung jawab
mengawasi aliran keluar-masuk dana di Indonesia juga tidak mengumumkan
hal tersebut meskipun sebenarnya ada para pejabat dan pihak yang
bertanggung jawab atas keamanan negara mengaku sangat prihatin dengan
fenomena ini.

Sebagai misal, sudah merupakan rahasia umum di kalangan para ahli bahwa
melalui Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang bertindak sebagai
wakilnya di Indonesia, Rabithath al-‘Alam al-Islami menyediakan dana
yang luar biasa besar untuk gerakan- gerakan radikal di Indonesia. (26)
Berbagai aktivitas dakwah kampus atau lazim disebut Lembaga Dakwah
Kampus (LDK), yang menggagas gerakan tarbiyah, yang kemudian melahirkan
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menikmati dana Arab Saudi tersebut dan
sekaligus menyebarkan virus tarbiyah di Indonesia.

Di Kabupaten Magelang, peneliti kami mendapat informasi dari mantan
pengurus Muhammadiyah salah
satu kecamatan di Magelang bahwa PKS sedang
mencari masjid-masjid yang hendak direnovasi, atau daerah-daerah yang
membutuhkan masjid baru. Secara terbuka, aktivis PKS yang bertanggung
jawab atas proyek ini mengutarakan kepada mantan pengurus Muhammadiyah
dimaksud bahwa dana untuk semua itu diperoleh dari Arab Saudi. Jika
masjid hendak direnovasi atau dibangun, penduduk setempat hanya diminta
untuk mendukung PKS dalam setiap pemilihan. Kata dia, “Tahun 2008 ini
sudah ada 11 yang akan dibangun atau direnovasi dengan dana Saudi.”
Hampir semua jama‘ah masjid di Magelang yang diserobot oleh PKS melalui
strategi ini adalah warga Nahdliyin.(27) Jika di satu kabupaten saja
ada 11 masjid yang dikerjakan, bayangkan berapa jumlah uang Wahabi yang
digunakan untuk membangun masjid-masjid di seluruh Indonesa dengan
motif politik seperti ini? Setelah calon PKS menang dalam Pilgub Jawa
Barat pada bulan Juli 2008, salah
seorang Ketua NU memberitahu peneliti
kami bahwa hal tersebut ditandai oleh keberhasilan PKS merebut banyak
masjid NU dan para jama‘ahnya. Walaupun Ketua NU dimaksud terkejut
dengan kejadian tersebut, sebenarnya keberhasilan PKS merebut masjid
dan jamaah NU tidak mengherankan. Tentu saja ideologi yang didukung
dana asing dengan jumlah yang luar biasa besar dan dipakai secara
sistematis bisa menyusup ke mana-mana dan mengalahkan oposisi yang
tidak terorganisasi. Atau dengan kata lain yang sering dipakai oleh
para ulama, al-haqq bi lâ nizhâmin qad yaghlib al-bâthil bi nizhâmin
(kebenaran yang tidak terorganisasi bisa dikalahkan kebatilan yang
terorganisasi) .

Para agen garis keras sering berteriak bahwa orang asing,
yayasan-yayasan, dan pemerintah dari Barat menggunakan uang mereka
untuk menghancurkan Islam di Indonesia, dan menuding ada konspirasi
Zionis/Nasrani di belakangnya. Pada kenyataannya,
pemerintah dan
yayasan-yayasan Barat seperti Ford Foundation dan the Asia Foundation
mempublikasikan program-program yang dilakukannya secara terbuka,
sehingga publik bisa mengetahui apa yang sebenarnya mereka lakukan dan
berapa biaya yang dikeluarkan untuknya.(28) Walaupun dana LibForAll
Foundation sangat sedikit dan kebanyakan pembina, penasehat, dan
pengurusnya orang Indonesia asli, ia juga melaporkan program-program
yang dilakukannya secara terbuka dan transparan.

Hal ini sangat berbeda dari gerakan asing Wahabi/Ikhwanul Muslimin dan
kaki tangannya di Indonesia. Penelitian ini menunjukkan dengan jelas
bahwa, sementara para agen garis keras berteriak bahwa orang asing
datang ke Indonesia membawa uang yang banyak untuk menghancurkan
Islam... tentu itu benar, karena orang asing itu adalah aktivis gerakan
transnasional dari Timur Tengah yang menggunakan petrodollar dalam
jumlah yang fantastis untuk melakukan
Wahabisasi, merusak Islam

Indonesia yang spiritual, toleran, dan santun, dan mengubah Indonesia
sesuai dengan ilusi mereka tentang negara Islam yang di Timur Tengah
pun tidak ada.(29)

Dengan balutan jubah dan jenggot Arab yang ditampilkan, yang oleh
beberapa pihak telah dipandang lebih tampak seperti preman berjubah,
mereka ingin menunjukkan seolah-olah pandangan ekstrem yang mereka
teriakkan dan paksakan memang benar-benar merupakan pesan Islam yang
harus diperjuangkan. Padahal, mereka merusak agama Islam dan
bertanggung jawab atas banyak kekerasan yang mereka lakukan atas nama
Islam di Indonesia dan seluruh dunia. Dan kita sebagai umat Islam harus
menanggung malu atas perbuatan mereka.

Karena itu, alasan utama melawan gerakan garis keras adalah untuk
mengembalikan kemuliaan dan kehormatan Islam yang telah mereka nodai
dan sekaligus —pada saat yang sama— untuk menyelamatkan Pancasila
dan
NKRI. Jika mayoritas moderat melawan kelompok garis keras dengan tegas,
kita akan mengembalikan suasana beragama di Indonesia menjadi moderat,
dan kelompok garis keras dewasa ini akan gagal lagi seperti semua nenek
moyang ideologis mereka di tanah air kita, yang mewakili kehadiran
al-nafs al-lawwâmah. Kemenangan melawan mereka akan mengembalikan
keluhuran ajaran Islam sebagai rahmatan lil-‘âlamîn, dan ini merupakan
salah satu kunci untuk membangun perdamaian dunia. Studi ini kami
lakukan dan publikasikan untuk membangkitkan kesadaran seluruh komponen
bangsa, khususnya para elit dan media massa, tentang bahaya ideologi
dan paham garis keras yang dibawa ke tanah air oleh gerakan
transnasional Timur Tengah dan tumbuh seperti jamur di musim hujan
dalam era reformasi kita. Juga, sebagai seruan untuk melestarikan
Pancasila yang merefleksikan esensi syari‘ah dan menjadikan Islam
sebagai rahmatan
lil-‘âlamîn yang sejati.

Dalam Bab V, studi ini merekomendasikan langkah-langkah strategis untuk
melestarikan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan menegakkan warisan luhur
tradisi, budaya dan spiritualitas bangsa Indonesia, antara lain dengan:

* mengajak dan mengilhami masyarakat dan para elit untuk bersikap
terbuka, rendah hati, dan terus belajar agar bisa memahami
spiritualitas dan esensi ajaran agama, dan menjadi jiwa-jiwa yang
tenang;

* menghentikan dan memutus —dengan cara-cara damai dan bertanggung
jawab— mata rantai penyebaran paham dan ideologi garis keras melalui
pendidikan (dalam arti kata yang seluas-luasnya) yang mencerahkan,
serta mengajarkan dan mengamalkan pesan-pesan luhur agama Islam yang
mampu menumbuhkan kesadaran sebagai hamba Tuhan yang rendah hati,
toleran dan damai.

Bekerjasama, saling mengingatkan tentang kebenaran (wa tawâshau
bil-haqq) dan untuk selalu bersabar (wa
tawâshau bil-shabr), menjadi
kunci penting dalam hal ini. Kita harus tetap santun, sabar, toleran,
dan terbuka dalam usaha-usaha melestarikan visi luhur nenek moyang dan
Pendiri Bangsa. Tujuan mulia hendaknya tidak dinodai dengan usaha-usaha
kotor, kebencian, maupun aksiaksi kekerasan. Tujuan luhur harus dicapai
dengan cara-cara yang benar, tegas, bijaksana dan bertanggung jawab,
yang jauh dari arogansi, pemaksaan dan semacamnya.

Kita pantas mengingat nasehat Syeikh Ibn ‘Athaillah al-Sakandari dalam
Hikam karyanya: “Janganlah bersahabat dengan siapa pun yang perilakunya
tidak membangkitkan gairahmu mendekati Allah dan kata-katanya tidak
menunjukkanmu kepada -Nya” (lâ tash-hab man lâ yunhidluka ilâ Allah
hâluhu, wa la yahdîka ilâ Allâh maqâluhu). Orang yang merasa paling
mengerti Islam, penuh kebencian kepada makhluk Allah yang tidak sejalan
dengan mereka, serta merasa sebagai yang paling benar
dan karena itu
mengklaim berhak menjadi khalifah-Nya untuk mengatur semua orang—pasti
perbuatan dan kata-katanya tidak akan membawa kita kepada Tuhan.
Cita-cita mereka tentang negara Islam hanya ilusi. Negara Islam yang
sebenarnya tidak terdapat dalam konstruksi pemerintahan, tetapi dalam
kalbu yang terbuka kepada Allah swt. dan kepada sesama makhluk-Nya.

Kebenaran dan kepalsuan sudah jelas. Garis keras ingin memaksa semua
rakyat Indonesia tunduk kepada paham mareka yang ekstrem dan kaku.
Catatan sejarah bangsa kita —Babad Tanah Jawi, Perang Padri,
Pemberontakan DI, dan lain-lain— menunjukkan bahwa jiwa-jiwa yang resah
akan terus mendorong bangsa kita ke jurang kehancuran sampai mereka
betul-betul berkuasa, atau kita menghentikannya seperti berkali-kali
telah dilakukan oleh jiwa-jiwa yang tenang, nenek moyang kita. Saat ini
kitalah yang memilih masa depan bangsa.

Jakarta, 8 Maret
2009

------------ -footnote- --------- --------- ---------

18. PBNU mendesak pemerintah mencegah masuknya ideologi transnasional
ke Indonesia. Jauh sebelumnya, almarhum KH. Yusuf Hasjim meminta PBNU
memotong masuknya ideologi transnasional karena berbahaya bagi NU dan
Indonesia. (Pidato disampaikan dalam peringatan 100 hari wafatnya KH.
Yusuf Hasjim, di Jombang, Jawa Timur; baca NU Online, “PBNU Desak
Pemerintah Cegah Ideologi Transnasional,” Ahad, 29 April 2007).

19. Lihat Lampiran 2 buku ini.

20. Baca “Gertak Mati Pengawal Akidah,” dalam Gatra edisi 14, beredar Jum’at 13 Pebruari 2004.

21. Interview dengan salah seorang alumni Universitas al-Azhar Cairo asal Indonesia angkatan 2000.

22. “Karena gerakan ideologis sering tidak terasa dan disadari oleh
mereka yang dimasukinya, maka secara sistematis berkembang menjadi
besar dan merasuk. Lebih-lebih jika gerakan ideologi tersebut
membawa
ideologi Islam yang puritan dan militan, sehingga bagi yang
menganggapnya sebagai masalah justeru yang akan disalahkan adalah
mereka yang mempermasalahkannya . Menentang mereka

berarti alergi Islam atau anti ukhuwah. Dengan demikian gerakan
ideologis seperti itu akan semakin mekar dan berekspansi secara
sistematik, yang di kemudian hari baru dirasakan sebagai masalah serius
tetapi keadaan sudah tidak dapat dicegah dan dikendalikan karena telah
meluas sebagai gerakan yang dianut oleh banyak orang. Daya infiltrasi
gerakan ideologis memang berlangsung tersistem dan meluas, yang sering
tidak disadari oleh banyak pihak,” (Haedar Nashir, Manifestasi Gerakan
Tarbiyah: Bagaimana Sikap Muhammadiyah? Cet. Ke-5 [Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2007], h. 59).

23. “Peran pemerintah, praktisi dakwah, ulama, dan intelektual harus
memberi nasehat kepada yang [berdakwah secara] salah. Jika mereka
tidak
menerima nasehat ini, pemerintah harus menerapkan hukum dengan
menangkap mereka dan menghukumnya sesuai dengan kesalahannya,”
(Penjelasan Syeikh al-Akbar al-Azhar, Muhammad Sayyid Tantawi, dalam:
Lautan Wahyu: Islam sebagai Rahmatan lil-‘Âlamîn, episode 5: “Dakwah,”
Supervisor Program: KH. A. Mustofa Bisri, ©LibForAll oundation 2009).

24. Baca: “MUI Bungker Islam Radikal,” di http://www.wahidins titute.org/ indonesia/

content/view/ 718/52/

25. Dalam buku Dua Wajah Islam, Stephen Sulaiman Schwartz dengan jelas dan

meyakinkan memaparkan aliran dana Wahabi dalam usaha-usaha wahabisasi
global dan aksi-aksi terorisme internasional yang dilakukan atas nama
agama. Dalam konflik Bosnia misalnya, dengan dalih membela Muslim
Bosnia dari ethnic cleansing, Wahabi mengambil kesempatan untuk
menyebarkan
ideologinya dengan membangun infrastruktur pendidikan dan
peribadatan. Wahabi menggunakan pendidikan (tarbiyah) dan peribadatan
(ubûdiyah) sebagai camouflage ideologis untuk menyebarkan paham
keagamaan mereka yang kaku dan sempit. Sedangkan kasus WTC sudah jelas
siapa dalang di balik tragedi tersebut. (Stephen Sulaiman Schwartz
(2002). The Two Faces of Islam: Sa’ud Fundamentalism and Its Role in
Terrorism. New York: Doubleday (diterbitkan dalam bahasa Indonesia: Dua
Wajah Islam: Moderatisme vs Fundamentalisme dalam Wacana Global,
Jakarta: LibForAll Foundation, the Wahid Institute, Center for Islamic
Pluralism, dan Blantika).

26. Noorhaidi Hasan, “Islamic Militancy, Sharia, and Democratic
Consolidation in Post-Soeharto Indonesia,” Working Paper No. 143, S.
Rajaratnam School of International Studies (Singapore, 23 October 2007).

27. Wawancara peneliti konsultasi di Kabupaten Magelang pada bulan Agustus
2008.

28. Pemerintah Amerika Serikat banyak membiayai pelatihan untuk
meningkatkan sumberdaya manusia terkait demokratisasi di seluruh dunia.
The National Democratic Institute (NDI), lembaga semi-pemerintah AS
yang berusaha mendorong usaha-usaha demokratisasi di Indonesia, “secara
tipikal lebih memilih mitranya berdasarkan komitmen mereka pada
prinsip-prinsip demokratis dan anti-kekerasan daripada
keyakinan-keyakinan politiknya. Faktor lain yang juga dipertimbangkan
adalah:

kemampuan dan dukungan politik rakyat seperti bisa dibuktikan dari
hasil pemilu; organisasi-organisa si tingkat akar rumput; dan kemampuan
menerima bantuan. Selama ini NDI menyelenggarakan training aktivis dan
anggota, kampanye pemilihan langsung, kebijakan pembangunan, pemilihan
pimpinan, analisis sikap pemilih, serta pembangunan dan reformasi
partai politik. NDI juga terus menyediakan saran-saran para ahli dan
informasi global,
training para pemimpin partai dan instruktur pada
tingkat nasional, wilayah, dan kabupaten.” (Baca dalam: http://www.ndi. org/indonesia) .
Berdasarkan wawancara peneliti konsultasi pada bulan Maret 2008, partai
yang paling banyak menerima manfaat dalam program Political Party
Development NDI ini adalah PKS.

29. Aktivitas Saudi di Indonesia hanya merupakan bagian kecil dari
kampanye senilai US $70.000.000. 000,- selama kurun waktu antara
1979-2003 untuk menyebarkan sekte fundamentalis Wahabi di seluruh
dunia. Usaha-usaha dakwah Wahabi yang terus meningkat ini merupakan
“kampanye propaganda terbesar di seluruh dunia yang pernah
dilakukan—anggaran propaganda Soviet pada puncak Perang Dingin menjadi
sangat kecil dibandingkan belanja propaganda Wahabi ini” (Baca dalam:
“How Billions in Oil Money Spawned a Global Terror Network,” dalam
US
News & World Report, 7 Desember 2003).

Start the day with Love, Fill the day with Love, and End the day with Love...
Be Joyful and Share your Joy with others...
Dalam Gelapnya Malam, Kita justru dapat melihat Indahnya Bintang...

Sabtu, 07 Februari 2009

Tauhid Kasih

Oleh Ahmad Yulden Erwin

Seorang Sufi dari Aceh pada Abad 17

Dalam sejarah perkembangan agama Islam di Nusantara, ada beberapa tokoh Islam yang dikenal sangat dipengaruhi oleh paham kesufian dari Al Hallaj. Di tanah Jawa kita mengenal tokoh sufi yang bernama Syeikh Siti Jenar, atau sering juga dikenal dengan panggilan Syeikh Lemah Abang.
Syeikh Siti Jenar ini dalam beberapa penelitian para ahli dikatakan salah satu wali dari sembilan wali yang dianggap menjadi penyebar agama Islam di Nusantara. Tetapi, dalam beberapa penelitian ahli lainnya, Syeikh Siti Jenar dianggap bukan salah seorang dari sembilan wali
tersebut. Namun, yang jelas, kisah hidup Syeikh Siti Jenar hampir mirip dengan Al Hallaj di tanah Persia. Syeikh Siti Jenar juga dihukum mati
oleh para wali karena dianggap telah menyesatkan umat dengan ajaran kesufian “Manunggaling Kawulo Gusti”, atau paham kesatuan antara mahluk
dengan Tuhan. Ajaran “Manunggaling Kawulo Gusti” dari Syeikh Siti Jenar ini mirip dengan ajaran “Wahdatul Wujud” yang dikembangkan dan
dipraktekkan oleh Al Hallaj.

Namun, dalam perkembangan berikutnya, juga ada seorang tokoh sufi lain di Nusantara yang juga dipengaruhi sangat kuat oleh paham Wahdatul
Wujud dari Al Hallaj ini, yaitu seorang putra Aceh yang bernama Syeikh Hamzah Fansuri. Beliau adalah seorang sufi dari Aceh yang hidup pada
abad ke-17. Menurut para peneliti dan ahli sejarah Aceh, waktu dan tempat kelahiran Hamzah Fansuri tidaklah diketahui. Ada sebagian ahli
yang mengatakan bahwa ia lahir di negeri Barus yang waktu itu masuk dalam kerajaaan Aceh (sekarang termasuk salah satu daerah di Provinsi
Sumatera Utara). Tetapi Prof. A. Hasjmy dari Aceh berpendapat bahwa Hamzah Fansuri lahir di daerah Fansur, yaitu suatu kampung yang
terletak di antara Kota Singkel dengan Gosong Telaga (Aceh Selatan).

Dalam jaman kerajaan Aceh Darusalam, kampung Fansur ini dikenal sebagai pusat pendidikan Islam. Kecuali di Aceh sendiri, Syeikh Hamzah Fansuri juga belajar di berbagai
tempat dalam pengembaraannya seperti di Jawa, India, Parsia, Arabia dan lain sebagainya. Beliau dikenal sebagai seorang sufi yang alim dan
banyak menguasai ilmu seperti ilmu fiqih, tasauf, logika, filsafat, sastra, dan bahasa.

Sekembalinya dari pengembaraan, beliau mulai mengajar di Barus, kemudian Banda Aceh, dan terakhir beliau mendirikan Dayah (Madrsyah) di
daerah tempat lahirnya, dekat Rundeng (Singkel), di sana kemudian beliau wafat sekitar tahun 1607-1610. Beliau memiliki banyak murid,
tetapi yang paling terkenal adalah Syeikh Syamsudin Sumatrani yang berasal dari Samudra/Pase, yang menjadi qadi (penasehat agama) Sultan
Iskandar Muda yang wafat pada tahun 1630.

Di dalam hal taswuf atau ilmu kesufian, Syeikh Hamzah Fansuri menganut paham Wahdat Al Wujud, yaitu paham kesatuan antara Mahluk dan Tuhan.
Dalam hal ini beliau sangat dipengaruhi oleh para sufi seperti Muhyidin Ibnu Arabi, Abdul Karim Jili, Al Halajj, Bayazid Al Bistami, Fariduddin
Attar, Jalaluddin Rumi, Al Ghazali dan lainnya.

Pada saat itu di Sumatera, khususnya di Aceh, tengah terjadi perdebatan sengit tentang paham Wahdat Al Wujud, melibatkan ahli-ahli tasawuf,
ushuludin, dan fiqih pada saat itu. Perdebatan ini dibicarakan antara lain oleh Syeikh Nuruddin Ar-Raniri di dalam buku Bustan Al-Salatin,
yang menentang paham Wahdat Al-Wujud dari Syeikh Hamzah Fansuri dan para muridnya.

Perdebatan itu akhirnya memuncak menjadi perseteruan bernuansa politik. Pada masa Sultan Iskandar Tsani (1937-1641), Syeikh Nuruddin Ar-Raniri
diangkat menjadi qadi Sultan. Pada masa itu pula, Syeikh Nuruddin Ar-Raniri kerap menyatakan di dalam khutbah-khutbahnya bahwa ajaran
tasawuf Syeikh Hamzah Fansuri dan Syeikh Syamsudin Sumatrani telah sesat, karena termasuk ajaran kaum zindiq dan pantheis. Kemudian atas
saran Syeikh Nuruddin Ar-Raniri dan ulama istana Aceh pada waktu itu, Sultan Iskandar Tsani memerintahkan pembakaran ribuan buku karangan
penulis penganut paham Wahdat Al-Wujud di halaman masjid Raya Kutaraja.

Karya-karya Syeikh Hamzah Fansuri juga termasuk yang dibakar. Bahkan, para murid dan pengikut Syeikh Hamzah Fansuri banyak yang dikejar-kejar
dan dibunuh.

Karya-karya Hamzah Fansuri yang selamat dari pembakaran buku di halaman masjid Raya Kutaraja tersebut tidaklah banyak. Di antaranya, buku yang
berjudul Asrarul Arifin, Syarabul Asyikin, serta beberapa puisi sufi seperti Rubai, Syair Perahu, Syair Burung Pingai, dll.

Semasa hidupnya, Syeikh Hamzah Fansuri bukan hanya seorang ulama tasawuf dan sastrawan terkemuka, tetapi juga seorang perintis dan
pelopor keilmuan dan kebudayaan Melayu. Kritik-kritiknya yang tajam terhadap prilaku politik dan moral raja-raja, bangsawan dan orang-orang
kaya menempatkannya sebagai seorang sufi yang berani pada jamannya.

Karena itu tidaklah mengherankan apabila kalangan istana Aceh tidak menyukai kegiatan Syeikh Hamzah Fansuri dan pengikutnya.
Di bidang keilmuan Syeikh Hamzah Fansuri telah mempelopori penulisan risalah tasawuf dan keagamaan secara sistematis dan bersifat ilmiah di
dalam bahasa Melayu. Sebelum karya-karya Syeikh Hamzah Fansuri muncul,masyarakat muslim Melayu mempelajari masalah keagamaan, tasawuf, dan
sastra melalui kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab dan Persia.

Di bidang sastra, Syeikh Hamzah Fansuri telah mempelopori penulisan puisi-puisi sufistik yang bercorak Melayu. Bahkan menurut sebagian ahli
sasta Indonesia saat ini, Syeikh Hamzah Fansuri adalah orang pertama yang menuliskan puisi berbentuk pantun dalam bahasa Melayu.

Di bidang kebahasaan, sumbangsih Syeikh Hamzah Fansuri juga sangat besar. Sebagai penulis pertama kitab keilmuan dan sastra dalam bahasa
Melayu, beliau telah berhasil mengangkat naik martabat bahasa Melayu dari sekedar bahasa lingua franca (bahasa pergaulan sehari-hari),
menjadi suatu bahasa intelektual dan ekspresi seni sastra yang modern.

Tak mengherankan jika pada abad ke-17, bahasa Melayu dijadikan bahasa pengantar di berbagai lembaga pendidikan Islam, disusul dengan
penggunaannya oleh para misionaris Kristen untuk penyebaran agama, kemudian digunakan pula oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai bahasa
administrasi dan pengantar di sekolah-sekolah pemerintah. Inilah yang memberi peluang besar kepada bahasa Melayu untuk dipilih serta
ditetapkan menjadi bahasa persatuan dan kesatuan bagi bangsa Indonesia dan Malaysia.

Namun, yang paling penting, dan sering luput dari perhatian para ahli sejarah dan agama tentang Aceh, adalah ajaran sufi atau tasawuf dari
Syeikh Hamzah Fansuri yang sangat universal dan masih tetap relevan bagi bangsa Indonesia bahkan dunia saat ini. Ajaran sufi dari Syeikh
Hamzah Fansuri sangat spiritual, humanis, dan mampu melintasi sekat-sekat kemanusiaan yang tercipta akibat pandangan sempit kesukuan,
ras, serta agama.

Jalan Sufi adalah Jalan Menemukan Jati Diri Menurut Syeikh Hamzah Fansuri, seseorang yang hendak memasuki jalan sufi, jalan spiritual, jalan untuk bertemu Tuhan yang abdi, haruslah
memulai perjalanannya dengan mengenal Jati Dirinya terlebih dahulu. Simaklah syair yang ditulis beliau berjudul “Sidang Ahli Suluk” pada bagian I di bait 1:

“Sidang Faqir empunya kata,

Tuhanmu Zahir terlalu nyata.

Jika sungguh engkau bermata,

lihatlah dirimu rata-rata”.

Bagi Syeikh Hamzah Fansuri, kehadiran Tuhan itu sangatlah Maha Nyata (Zahir). Karena itu sang sufi, atau disebut sebagai Faqir, adalah orang
yang telah meninggalkan keterikatannya pada segala sesuatu di luar dirinya, dan memulai perjalanan ruhaninya dengan “melihat” atau
mengenali dirinya sendiri setiap saat.

Selanjutnya Syeikh Hamzah Fansuri menegaskan bahwa untuk mengenal Jati Diri, seorang sufi harus memulai dengan suatu metode tafakur tertentu,
suatu latihan tertentu. Suatu metode atau latihan yang sebenarnya juga banyak digunakan oleh berbagai aliran mistik keagamaan atau spiritual
di berbagai belahan dunia, yang lebih dikenal dengan istilah meditasi.

Selama ini pengertian meditasi atau tafakur sering disalahtafsirkan hanya sebagai latihan pernapasan, atau berzikir, atau merapal mantra.
Tetapi Syeikh Hamzah Fansuri menjelaskan dengan tepat esensi dari tafakur atau meditasi atau latihan sufi di dalam syair berjudul “Sidang
Ahli Suluk” pada bagian I di bait 9: “Hapuskan akal dan rasamu, lenyapkan badan dan nyawamu. Pejamkan hendak kedua matamu, di sana kaulihat permai rupamu”.

Syeikh Hamzah Fansuri dengan sangat jelas menyatakan bahwa setiap tafakur atau metode latihan kesufian apa pun harus dimulai dengan
“hapuskan akal dan rasamu”, yang berarti suatu cara untuk menuju kepada kondisi “no-mind”, kondisi berada dalam Kesadaran Murni atau Kesadaran
Ilahi. Untuk mencapai kondisi “no-mind” tersebut, maka seorang sufi harus “lenyapkan badan dan nyawamu”, yang berarti melepaskan
keterikatan terhadap tubuh dan berbagai pemikiran atau nafsu (nyawa).

Setelah itu, barulah sang sufi memejamkan kedua mata inderawinya, untuk mengaktifkan “mata-ruhaninya”, guna melihat rupa dari Jati Dirinya yang
senantiasa berada dalam kondisi permai, kondisi “bahagia yang abadi”. Inilah sesungguhnya inti dari tafakur atau meditasi menurut Syeikh
Hamzah Fansuri.

Selanjutnya Syeikh Hamzah Fansuri mengisahkan pengalamannya mencari dan menemukan Tuhan, menemukan Allah yang lebih dekat dari urat lehernya
sendiri, menemukan Jati Dirinya sendiri. Simak syair berjudul “Sidang Ahli Suluk” pada bagian 3 di bait 14: “Hamzah Fansuri di dalam Mekkah,
mencari Tuhan di Bait Al-Ka’bah. Dari Barus ke Qudus terlalu payah, akhirnya dijumpa di dalam Rumah”.

Sebagai seorang Guru Sufi atau Murshid, Syeikh Hamzah Fansuri memang mendidik para muridnya berdasarkan pengalaman pribadinya sendiri.
Seorang Murshid hanya membagi pesan atau memberi contoh berdasarkan pengalaman yang pernah dilakoninya. Begitu pula dengan Syeikh Hamzah
Fansuri, beliau dengan jujur mengungkapkan bahwa selama ini ia telah bersusah payah mencari Tuhan di luar dirinya, hal ini disimbolkan
dengan Ka’bah atau pun Qudus (nama mesjid di Yerusalem tempat kiblat sholat pertama umat Islam sebelum Ka’bah di Mekkah). Proses pencarian
Tuhan di luar dirinya tersebut telah membawanya mengembara ke mana-mana meninggalkan kampung halamannya yang bernama Barus di Aceh. Tetapi,
akhirnya beliau tersadar, bahwa Tuhan yang selama ini dicarinya di luar diri, ternyata “dijumpa” di dalam “Rumah”, di dalam dirinya sendiri.
Proses “perjumpaan” dengan Tuhan di dalam dirinya sendiri ini telah mengakhiri “pencarian” yang meletihkan dari seorang Hamzah Fansuri,
sehingga beliau layak disebut sebagai seorang Syeikh, seorang Guru Sufi, seorang Murshid yang mendidik para muridnya berdasarkan
pengalaman pribadinya sendiri.

Bagi seorang sufi sejati, penemuan Tuhan sebagai Jati Dirinya sendiri akan membuat hidupnya benar-benar bebas dari segala keterikatan apa
pun, ia berada dalam “Kemiskinan Ilahiah”, kemiskinan yang membebaskannya dari segala kemelekatan pada kesementaraan benda-benda,
pada ilusi dunia yang tercipta dari pikirannya sendiri.

Ia bersiap sedia mengurbankan dirinya demi melayani Kehendak Ilahi. Ia tidak lagi tersekat-sekat dalam pandangan sempit kesukuan atau fanatisme agama,
karena ia telah menyadari bahwa keberadaannya yang sementara selalu berada dalam Keberadaan Sang Maha Abadi. Ia sadar bahwa fungsinya di
dalam dunia hanyalah menjadi perantara atau pembawa pesan dari Keabadian, dari Allah yang senantiasa bersemayam dalam hatinya. Itulah
yang diungkapkan oleh Syeikh Hamzah Fansuri, yang saya kutip secara bebas, di dalam syair yang berjudul “Sidang Ahli Suluk” pada bagian 1
di bait 11: Hamzah miskin orang terbebaskan, seperti Nabi Ismail menjadi qurban. Fansuri bukannya Persia lagi Arabi, selalu menjadi perantara dengan yang Baqi”.

Kesatuan Hamba dan Tuhan di dalam Kasih Pandangan kesufian dari Hamzah Fansuri memang sangat universal. Bagi Hamzah Fansuri, ketika seorang manusia mencari hakekat Tuhan di dalam
dirinya, maka ia pasti akan menemukan bahwa Tuhan dan hamba tiadalah berbeda. Simak salah satu bait dari “Syair Perahu” yang ditulis oleh
Beliau:

“La Ilaha Il Allah itu kesudahan kata,

Tauhid ma’rifat semata-mata,

Hapuskan kehendak sekalian perkara,

Hamba dan Tuhan tiada berbeda.”

Saya pikir, ungkapan Syeikh Hamzah Fansuri ini sangat berani pada masanya. Beliau dengan berani mengungkapkan hijab atau tirai yang
menutupi pandangan sempit atau ketidaksadaran umat Islam pada masa itu. “La Ilaha Il Allah itu kesudahan kata,” benar sekali pandangan Syeikh
Hamzah Fansuri dalam syair ini. Kalimat tauhid yang menjadi inti ajaran Islam ini, La Ilaha Il Allah, Tiada Tuhan Selain Allah, adalah
sesungguhnya akhir dari setiap perkataan, akhir dari pikiran, akhir dari segalah ilusi, untuk menuju keadaan: “Tauhid ma’rifat
semata-mata,” suatu keadaan ketika seluruh pikiran dan pengalaman telah terlampaui, suatu keadaan murni yang dikenal dengan istilah “No-Mind”.

Namun, tentu saja, untuk mencapai keadaan murni ini, seorang sufi harus mampu untuk “Hapuskan kehendak sekalian perkara,” untuk melampaui
setiap kehendak yang masih terikat kepada berbagai perkara yang digerakkan oleh nafsu-nafsu rendah, oleh kepicikan pikiran yang
egoistik, sehingga tercapailah suatu kondisi di mana “Hamba dan Tuhan tiada berbeda.” Inilah sesungguhnya makna dari tauhid, makna dari
ungkapan La Ilaha Il Allah, Tiada Tuhan Selain Allah, yaitu suatu keadaan murni ketika seluruh kehendak telah terlampaui, maka hamba dan
Tuhan tiada berbeda. Namun, dalam hal apa hamba dan Tuhan itu tiada berbeda?

Mari kita simak pandangan Syeikh Hamzah Fansuri yang lain dalam kutipan berikut ini dari buku Zinat Al Wahidin (Tentang Keesaan Allah) pada Bab
Kelima:
“……..Alam ini seperti ombak. Keadaan Allah seperti Laut. Sungguh pun
ombak lain daripada laut, pada hakikatnya tiada lain daripada laut.

“Nabi Muhammad pernah bersabda: Allah menjadikan Adam atas RupaNya………….

“Selain itu Rasullah juga pernah bersbada: Allah menjadikan Adam atas
Rupa-Rahman. Karena Rahman disebutkan sebagai Laut, maka Adam
disebutkan sebagai buih…………..”

Berdasarkan uraian dalam bukunya di atas, dapatlah disimpulkan pandangan Hamzah Fansuri tentang ketauhidan universal punya dasar yang
cukup kokoh dalam ajaran Islam berdasarkan sabda Rasul Muhammad sendiri. Hamzah Fansuri menggunakan satu permisalan yang sudah cukup
dikenal di dalam ajaran sufi dan mistikisme di dunia, yaitu ombak dan laut. Bagi Hamzah Fansuri, alam dan segala isinya ini merupakan “Gerak
Ilahi” yang termanifestasi, dan ia ibaratkan sebagai ombak dari lautan. Sedangkan “Keadaan Allah”, suatu kondisi ketika manusia mengalami
Kesadaran Ilahiah atau Kesadaran Murni, seperti lautan itu sendiri. Ombak hanyalah bentuk lain dari laut. Pada hakekatnya, ombak dan laut
itu satu bentuk, yaitu air.

Hamzah Fansuri dengan pengetahuannya yang luas dan mendalam juga menambahkan kutipan dari sabda Rasul yang mungkin tidak cukup populer
di kalangan umat Islam saat ini. Di dalam hadis itu diungkapkan bahwa Allah juga menjadikan Adam menurut Rupa Rahman (Yang Maha Pengasih).
Bagi Hamzah Fansuri, wujud “Lautan Ilahiah” itu adalah sifat Yang Maha Pengasih, adalah “Kasih” itu sendiri. Maka, sesuai dengan sabda Rasul,
jika Allah adalah Kasih itu sendiri, sudah tentu Manusia adalah buih dari Kasih itu sendiri. Inilah inti dari ajaran kesufian dari Syeikh
Hamzah Fansuri, yaitu: Tauhid-Kasih, bahwa hakekat manusia dan seluruh alam ini adalah Kasih.

Dalam hal apa hamba dan Tuhan tiada berbeda? Menurut Hamzah Fansuri, Tuhan dan Hamba tiada berbeda dalam perwujudannya sebagai Kasih.
Kemudian Hamzah Fansuri memperluas definisi Cinta Ilahi ini menjadi “pelayanan tanpa pamrih” kepada sesama manusia dan mahlukNya. Seperti
kutipan berikut dalam kitab yang sama: “Barangsiapa cinta akan Allah, maka hendaknya ia melakukan kebaktian pula”

Relevansi Ajaran Hamzah Fansuri

Pesan-pesan yang dibawa Hamzah Fansuri masih sangat relevan dengan kondisi kehidupan beragama di Indonesia saat ini. Hamzah Fansuri sangat
menekankan agar manusia selalu beusaha untuk menemukan Jati Diri yang Ilahi di dalam diri manusia sendiri. Jati Diri manusia itu sesungguhnya
“berada” dengan kenyataan yang sama, kesatuan umat manusia dan seluruh mahlukNya di dalam Kasih. Seperti yang terungkap dalam terjemahan bebas
saya atas salah satu syairnya yang berjudul “Minuman Para Pencinta” pada bagian 5 di bait 3 berikut ini:

“Rahman itulah yang bernama semesta, Keadaan Tuhan yang wajib disembah dan dipuja. Kenyataan Islam, Nasrani, dan Yahudi sebenarnya
dari Rahman itulah sekalian menjadi nyata.” Coba kita bayangkan, seorang sufi dan ulama pada abad ke 17 di Aceh telah memiliki pandangan “Tauhid-Kasih” seperti ini. Kalau pandangan
Hamzah Fansuri ini disebarluaskan di dunia Islam saat ini, maka selesailah berbagai pertentangan atas nama agama yang disebabkan oleh
fanatisme sempit. Bagi Hamzah Fansuri, hakikat semua agama itu sama, yaitu sifat Rahman dari Allah, sifat Yang Maha Pengasih dari Allah,
atau bisa juga disebut Allah sebagai Yang Maha Kasih itu sendiri. Karena Kasih itu sendiri menjelma manjadi semesta, maka Allah dan
wujudNya sebagai Kasih itu pula sesungguhnya yang wajib disembah dan dipuja oleh semua agama. Esensi agama Islam adalah Kasih. Esensi agama
Nasrani adalah Kasih. Esensi agama Yahudi adalah Kasih. Jadi, apa gunanya melakukan peperangan atas nama agama? Demikianlah kira-kira
menurut pemahaman saya tentang pesan Hamzah Fansuri dalam salah satu syairnya tersebut.

Tetapi, sungguh sangat ironi, jika saat ini yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya. Pertikaian atas nama agama justru semakin berkembang
di Indonesia. Makin lama justru makin menajam. Segelintir orang yang mengklaim dirinya sebagai ahli agama justru menebarkan bibit permusuhan
antar agama di kalangan umatnya. Toleransi antar umat beragama yang dikembangkan selama ini, sekarang menjadi toleransi semu. Toleransi
ditafsirkan seperti suatu masa jeda perdamaian, untuk bersiap-siap kembali berperang. Sebagai contoh yang terjadi di Indonesia, paham pertikaian politis dan
ekonomis yang dibalut sebagai pertikaian antara agama Islam dengan Yahudi di negara-negara Timur Tengah dan Arab, saat ini telah diekspor
ke umat Islam di Indonesia. Tiba-tiba saja, saat ini begitu banyak umat Islam di Indonesia yang begitu membenci orang Yahudi, tanpa tahu
sejarah politik dan ekonomi yang mendasari pertikaian di negara-negara Timur Tengah dan Arab. Kita telah terkena propaganda dari kaum
fanatisme sempit untuk memecah belah bangsa Indonesia. Kebencian yang sangat tidak sehat ini, sekarang berkembang lebih jauh kepada umat
beragama yang lainnya, seperti agama Nasrani, Buddha atau Hindu. Begitu juga sebaliknya. Sungguh sangat memprihatinkan perkembangan kehidupan
beragama di Indonesia pada saat ini. Jika kita sebagai bangsa tidak segera sadar, maka kita berada dalam satu situasi kritis menuju
pertikaian antar umat beragama yang lebih luas.

Akankah kita sudi mengimpor peperangan berlatar politik dan ekonomi yang dibumbui istilah “perang agama” di Timur Tengah dan Arab ke tubuh
Ibu Pertiwi yang tercinta ini? Lantas apa solusinya? Coba kembali kita tengok pesan Hamzah Fansuri dalam salah satu syairnya yang berjudul
“Burung Pingai” pada bagian 4 di bait 12:

“Ilmunya ilmu yang pertama,

mazhabnya mazhab ternama,

cahayanya cahaya yang lama,

ke dalam surga bersama-sama.”

Di dalam syair ini, Hamzah Fansuri membuat permisalan Jati Dirinya sebagai “Unggas Ruhani” yang bernama Burung Pingai (Burung Yang
Berkilau Keemasan). Di dalam syair yang terdiri dari empat bagian ini, Hamzah Fansuri tetap menekankan pada soal Rahman, atau Kasih. Bagi
Hamzah Fansuri ilmu tentang Kasih ini adalah ilmu yang pertama. Mazhab atau aliran keagamaannya atau jalan kesufiannya juga adalah “Mazhab
Kasih”. Cahaya sebagai simbol Kesadaran Murni juga adalah cahaya yang lama telah ada sejak pencipataan manusia yaitu “Cahaya Kasih”. Jadi,
kesimpulan Hamzah Fansuri, jika ilmu dan agama dan kesadaran manusia selalu didasari oleh Kasih, maka sudah pasti surga atau “keadaan
bahagia abadi” akan terwujud. Namun, surga itu milik bersama, milik semua umat manusia, tanpa membedakan suku atau agama, pandangan politik
atau ideologinya, status sosial atau jumlah hartanya. Bagi Hamzah Fansuri, surga atau keadaan bahagia abadi itu adalah hak dasar setiap
manusia yang telah menyatu dengan Kasih, dengan Allah itu sendiri.

Semoga ajaran “Sang Sufi Cinta” dari tanah Aceh ini bisa bergema kembali di bumi nusantara, khususnya di bumi Nangroe Aceh Darussalam.
Dan marilah kita sebagai bangsa Indonesia berjuang bersama mewujudkan “surga-kasih” dari Hamzah Fansuri di negeri Ibu Pertiwi ini. Semoga
Kebahagiaan Ilahi selalu menyinari bangsa Indonesia dan seluruh umat manusia beserta seluruh mahluknya. Amin.

Pustaka:

A. Hasjmy, Ruba’I Hamzah Fansuri: Karya Sastra Sufi Abad XVII, Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pelajar Malaysia, 1976.

Abdul Hadi W.M., Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya, Bandung: Penerbit Mizan, 1995.
Abdul Hadi W.M., Sastra Sufi, Bandung: Penerbit Mizan, 1996.

Sent from my BlackBerry® Powered by YAHOO! & GOOGLE
Be Joyful and Share your Joy with others...
Dalam Gelapnya Malam, Kita justru dapat melihat Indahnya Bintang...

Selasa, 03 Februari 2009


MENCARI Oleh: Nikolas

Separuh hidupku telah pergi
Sepanjang hariku terlalu letih
Berjalan, berlari dan terdiam sepi
Di mana sisa hidupku kini?

ooooooooooh lelah, aku mencari...
ooooooooooh sibuk, kembaliku menanti...
Terdiamku memilih setelah melayang pergi...
Bingung dengan keangkuhan hati...

Kemarin, sekarang, mungkin esok akan terlewati
Detik-detik panjang tak terhenti
Kadang membosankan, tapi esok menjadi misteri
Aku ingin berlari, tinggal tubuh kotor ini

ooooooooooh terkutuklah hari!!!
ooooooooooh terlalu banyak orang mencela!!!
ooooooooooh terlalu sering orang memfitnah!!!
ooooooooooh aku ingin muntah!!!

Jumat, 23 Januari 2009

Di mana harta Soeharto???


TD Pardede, tokoh pengusaha asal Medan
jaman dulu jika masih hidup tentu akan tercengang membaca berita majalah Tempo
minggu ini :

“ Dari luar ruangan, sejumlah tokoh melihat pertemuan itu berlangsung
dingin. Teh dalam cangkir berlogo Istana Presiden yang diangkut dari rumah
Soeharto, tak disentuh. Hendarman – Jaksa Agung – kata sumber itu, lalu
mengajukan konsep penyelesaian di luar pengadilan. Diantaranya, keluarga
Soeharto harus membayar 4 trilyun kepada negara. Ini sepertiga dari tuntutan
Pemerintah, yakni US $ 420 juta dan Rp 185 milyar plus ganti rugi immaterial Rp
10 trilyun atas Yayasan Supersemar .

Mbak Tutut dan adik adiknya hanya terdiam mendengar angka yang diajukan
Pemerintah “.


Si ompung yang dekat dengan Bung Karno pasti teringat saat suatu
hari dia dipanggil mendadak ke Jakarta.
Mengetahui betapa miskinnya sang Presidennya. Setelah ngobrol ngobrol bersama
menteri lainnya, Presiden Republik Indonesia itu mengajak TD Pardede
ke pojok ruangan.

“ Pardede, bisa kau pinjamkan aku uang ? “

Gelagapan karena langsung ditodong oleh penguasa negeri. TD Pardede merogoh
saku saku jasnya dan memberikan seribu dollar dari kantongnya. Namun Bung Karno
hanya mengambil secukupnya dan mengembalikan sisanya kepada Pardede.



Lain cerita salah satu ajudan terakhir,Putu Sugianitri seorang bekas
Polisi wanita yang juga harus pensiun tanpa kejelasan. Suatu saat setelah tidak
menjadi presiden, Bung Karno jalan jalan keliling kota dan tiba tiba ingin buah rambutan. ” Tri
, beli rambutan “.

” Uangnya mana ? ” tanya si polwan asal Bali itu.

” sing ngelah pis ” kata Bung Karno dalam bahasa Bali yang artinya ”
saya tak punya uang “.

Jadilah sang ajudan memakai uang pribadinya untuk mantan presiden yang tidak
memiliki uang.

Ada juga
cerita dari Bang Ali Sadikin.

Saat ia menjabat Menko Maritim. Ia ditanya oleh Bung karno apakah ia bisa
membantu bisnis mertua Bung Karno yang berkaitan dengan perijinan pelabuhan.
Setelah dipelajari Ali Sadikin mengatakan tidak bisa. Peraturan mengatakan
demikian.

“ Ya sudah , kalau tidak bisa “ kata Bung Karno.

Bang Ali berpikir. Luar biasa ini manusia. Padahal sebagai Presiden ia bisa
memaksakan memberi perintah. Yang mengagumkan Bung Karno selanjutnya tidak
pernah dendam, bahkan kelak mengangkat May.Jend KKO Ali Sadikin sebagai Gubernur
Jakarta.


Dari
cerita tersebut diatas, kita tahu Bung Karno tidak pernah peduli dengan uang
atau harta. Ketika turun dari kekuasaan kita tak pernah tahu bahwa Bung Karno
dan keluarganya meninggalkan kekayaan yang melimpah ruah.

Saat mendapat surat
dari Jenderal Soeharto, bahwa Bung Karno harus meninggalkan Istana Merdeka
sebelum tanggal 16 Agustus 1967. Maka teman teman Bung Karno yang mengetahui
rencana itu segera menawarkan dan menyediakan 6 rumah untuk tempat tinggal dan
putera puteri Bung Karno.


Mendengar hal itu Bung Karno seketika marah, bahwa ia tidak menghendaki rumah
rumah itu. Ia menginginkan semua anak anaknya pindah ke rumah Ibu Fatmawati.

“ Semua anak anak kalau meninggalkan Istana tidak boleh membawa apa apa,
kecuali buku buku pelajaran, perhiasan sendiri dan pakaian sendiri. Barang
barang lain seperti radio , televisi dan lain lain tidak boleh dibawa ! “

Demikian Bung Karno memerintahkan.

Guntur
- putera tertua – setelah mendengar penjelasan itu merasa kecewa, karena ia
sudah terlanjur menggulung kabel antenna TV yang akhirnya tidak boleh dibawa
pergi.

Sementara Ibu Fatmawati mengeluh karena kamar di rumahnya tidak cukup.

Tak berapa lama datang truk dari Polisi yang membawa 4 tempat tidur dari kayu
yang bersusun, dengan kasur dan bantalnya tapi tanpa sprei dan sarung bantal.
Juga beras 6 karung.

“ Anak anakku semua disuruh tidur di tempat tidur susun dari kayu, tanpa
sprei dan sarung bantal “


Konon Ibu Fat, marah marah kepada utusan yang membawa perlengkapan itu.

Bung Karno keluar dari istana dengan mengenakan kaos oblong cap cabe dan
celana piyama warna krem. Baju piyamanya disampirkan ke pundak, dan ia memakai
sandal bata yang sudah usang. Tangan kanannya memegang kertas Koran yang
digulung, berisi bendera pusaka merah putih. Bendera yang dijahit oleh istrinya
sendiri, ibu Fatmawati ketika masa proklamasi kemerdekaan dahulu.

Tak ada voor ridjer, pengawalan atau penghormatan seperti ketika
Presiden Soeharto – yang diantar Jenderal Wiranto sampai ke mobil Mercedes -
meninggalkan Istana Merdeka setelah menyerahkan jabatannya kepada Habibie.


Ia meninggalkan istana dengan mobil vw kodok yang dikendarai seorang supir
asal kepolisian. Salah seorang anggota kawal pribadinya membawakan ovaltine,
minuman air jeruk, air teh, air putih, kue kue serta obat obatan Bung Karno.

Itulah seluruh harta yang dimiliki Bung Karno ketika meninggalkan Istana.

Selebihnya ditinggalkan.

Kelak harta kekayaan Soekarno yang ditinggal di Istana didata oleh pihak
penguasa dengan dibuatkan berita acara. Barang barang itu mulai dari logam emas
batangan, lukisan lukisan, buku buku, pakaian, minyak wangi, bolpen, uang
dollar yang semuanya bernilai tidak sedikit. Dan semua itu tidak pernah
diserahkan kepada Bung Karno atau keluarganya. Tidak jelas siapa yang mewarisi.


Pada akhirnya tidak penting juga mewarisi sebuah kekayaan. Karena dia bukan
berhala harta. Hanya sebuah janji yang tersisa yang wajib kita jaga, untuk
sebuah Indonesia
yang bersatu dan bermartabat. Tidak ada juga deal deal khusus. Hanya sebuah
persetujuan dalam segenggam bait puisi Chiril Anwar.

Janji itu terus melintas jaman. Sampai kapanpun.

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat

Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar

Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh....

Kejamnya Negara Kera ...Israel

Kiamatkah???

Perang Gaza dalam Lensa Kiamat...Oleh: Hermanto Harun (Mahasiswa Program S-3, Ph.D., University Kebangsaan Malaysia).

Seorang akademisi Prancis yang berdarah Yahudi, Andre Nocy mengungkapkan
gumamnya atas ekspansi Zionis Isreal ke Gaza, bahwa kebiadaban Zionis
Israel di Gaza sekarang ini persis sama dengan perilaku kebiadaban yang
pernah dilakukan Adolf Hitler terhadap sebagian negara Eropa.

Kemudian, Andre juga mengucapkan do’a “celakalah bagi Israel, saya sungguh
malu atas perilaku mereka dan semoga tuhan melaknat mereka
selama-lamanya” . Ungkapan yang dirilis oleh al-Jazeera (13/10/2009) yang
dikutip dari Quds Press tersebut setidaknya menunjukkan bahwa dari
kalangan Yahudi sendiri sudah muak dengan kebiadaan Zionis Israel
sekarang. Bagaimana tidak, sampai sa’at ini, hari ke 21 (17/01/2009)
kekejaman militer Zionis di Gaza tersebut telah menelan korban 5300 orang
lebih, 4300 orang luka-luka dan 1170 syuhada. Dari jumlah para syuhada
tersebut, 410 anak-anak, 110 perempuan dan 100 orang usia senja. Dari
semua jumlah korban baik yang syahid maupun yang luka, hampir 50 persen
korbannya adalah anak-anak dan kaum perempuan (alqassam.ps) .

Kebrutalan Zionis di negeri tiga agama itu tidak hanya sebatas paradigma
perang, akan tetapi sudah memasuki ranah pembantaian etnis (al-harb
al-ibadah) atau yang disebut seorang ahli hukum Polandia, Raphael Lemkin
dengan istilah Genocida. Dalam bukunya Axis Rule in Occupied Europe
(1944), Lemkin mengartikan Genosida sebagai sebuah pembantaian
besar-besaran sistematis terhadap satu suku bangsa atau kelompok dengan
maksud memunahkan bangsa tersebut.

Istilah Genosida memang tepat untuk potret kebiadaban Zionis Israel, mengingat sejarah berdirinya Israel sangat identik dengan perilaku barbaristik yang setiap jengkal
terotorialnya digaransikan dengan darah rakyat Palestina.

Jika ditelisik dalam lensa sejarah, lakon Zionis Yahudi di tanah Palestina
sekarang bukanlah hal yang baru, mengingat konflik Palestina-Israel
bukanlah konflik satu bangsa dengan bangsa lain, tapi konflik peradaban,
atau bahkan konflik agama yang telah direkam sejarah dalam usia
panjangnya.

Bentangan sejarah perilaku congkak Yahudi dibuktikan dengan
memusuhi semua ras besar dunia. Konflik antara Nabi Muhammad saw dengan
kaum Yahudi di Madinah, konflik antara Yahudi dan Romawi, konflik antara
Yahudi dengan negara-negara Eropa, konflik antara Musa dengan Fir'aun,
bahkan konflik antara nabi Yusuf dengan saudara-saudarnaya.

Lakon kebiadaban Israel saat ini hanyalah pengulangan peristiwa, semenjak era
Perang Arab, pembakaran Masjid al-Aqsha, tragedi Sabra Satila, Intifadhah
akhir 80-an, tragedi al-Khalil Hebron, penembakan Muhammad al-Durrah,
pembunuhan Syekh Ahmad Yasin dan Abdul Aziz Rantisi dan pejuang Palestina
lainya. Perbedaan keganasan Israel sekarang dengan yang terdahulu hanya
pada waktu dan pelaku.

Dalam perjalanannya, keberadaan Zionis Isreal memang selalu bersama aliran
darah. Semenjak terbentuk pada 1897 dan diproklamasikan di Swiss yang
akhirnya membuat keputusan bahwa bangsa Yahudi harus kembali ke Palestina,
maka dari sana cerita simbahan darah rakyat Palestina selalu menjadi tinta
dalam kelam sejarah. Bermula dari kongres di Swiss hingga terbentuknya
negara Israel Raya 1948 yang didudukung sepenuh oleh negera-negara Barat,
perilaku bangsa ”kera” tersebut selalu membuat ulah.

Hingga hari ini, kebejatan Israel terhadap rakyat Palestina seolah hanya menjadi cerita
yang tidak berarti bagi dunia. Bangsa Barat bahkan ikut merestui
kepongahan Israel dengan tanpa reserve. Hak Asasi Manusia yang didewakan
oleh pengagum Barat, hanya berlaku bagi kesalahan ras dan bangsa lain
terhadap Yahudi, namun tidak bermakna apapun, jika kejahatan Yahudi bagi
bangsa selain mereka.

Lantas, kita patut bertanya, apakah kekejaman dan kebiadaban Zionis Yahudi terhadap bangsa Palestina tersebut sebatas persoalan politik, sebagaimana yang dikampanyekan kaum liberal di
Indonesia dalam menjustifikasi penegasan Ehud Olmert, bahwa target mereka
hanyalah menumbangkan Hamas. Atau konflik dalam pentas sejarah ini sudah
marasuki wilayah agama?

Jika melihat persepsi sejarah, sulit menapikan bahwa kucuran darah yang
selalu mengalir di bumi Palestina tersebut hanya bermotif politik semata.
Sebab berdirinya Israel tahun 1948 merupakan mimpi besar Yahudi sejak masa
Musa, Dawud, Sulaiman, bahkan zaman Nabi Muhammad saw. Yahudi sangat
membutuhkan "Kerajaan Bani Israil" untuk mengalahkan ras selain mereka.

Dan ketika Yahudi menakulkkan al-Quds pada tahun 1967, pasukan Israel
berkumpul di tembok ratapan. Mereka berteriak dengan menyatakan ”hari ini
kita berhasil membalas dendam perang Khaibar” kemudian mereka menerikakan
”tumpangkan buah misy-misy di atas buah Apel, agama Muhammad telah lari
dan pergi”. Selain itu juga, Rundolf Churchil menyatakan bahwa lepasnya
al-Quds dari penguasaan Islam merupakan impian bersama umat Kristiani dan
Yahudi. Parlemen Israel telah mengeluarkan keputusan mengenai al-Quds,
yaitu sebagai kota milik bangsa Yahudi dan sekali-kali tidak boleh kembali
ke tangan umat Islam.

Lebih jauh dari itu, konflik di Timur Tengah yang disebabkan oleh Isreal
merupakan skenario Yahudi dalam menerjemahkan doktrin Talmud yang sangat
mereka yakini, bahwa negara Isreal Raya berdiri dalam batasan sungai Nil
di Mesir sampai sungai Furat di Iraq. Profesor Jamal Abd al-Hadi dan Wafa
Muhammed Rif’at dalam bukunya al-Tariq Ila Bayt al-Maqdis mengungkapkan
beberapa doktrin Talmud yang dijadikan Yahudi sebagai acuan dalam
menjustifikasikan ambisi bejat mereka, diantaranya adalah, pertama, asal
manusia selain Yahudi sama dengan asal hewan. Kedua, arwah orang Yahudi
sangat mulia di sisi Tuhan, sementara arwah manusia selain mereka adalah
arwah setan yang menyerupai ruh hewan. Ketiga, membunuh selain Yahudi
merupakan kebajikan yang akan dibalas oleh Tuhan. Jika tidak mampu
membunuh selain Yahudi secara langsung, maka wajib bagi Yahudi membuat
segala cara untuk kehancuran selain mereka. Keempat, kehidupan orang
selain Yahudi adalah milik Yahudi, begitu juga dengan harta mereka.
Kelima, perbedaan manusia dengan hewan sama seperti Yahudi dengan manusia
selain mereka.

Ada banyak teks Talmud yang diimani oleh Zionis Israel untuk menghancurkan
manusia selain mereka. Dengan demikian, ambisi Zionis tidak akan pernah
padam sebelum cita mereka terbukti nyata. Bagi kaum Zionis Isreal, segala
cara menjadi halal demi kepentingan dan keculasan mereka. Sifat kaum
Zionis Yahudi itu mewarisi sifat besar, yaitu sifat durhaka diturunkan
dari sifat saudara-saudara Yusuf (seayah berbeda ibu). Disana sudah
terpupuk bakat-bakat kelicikan, dengki, kebohongan, dan sebagainya. Walau
sifat-sifat itu sebatas potensi, bukan kemutlakan takdir.

Jadi, kebiadaban Zionis Israel saat ini di Gaza hanyalah sebagian dari
konsekuensi dari dendam sejarah. Awalnya, Bani Israil (Yahudi) hanyalah
sebuah kaum yang selalu mendapat bimbingan seorang Nabi. Namun dinamika
sejarah Yahudi yang sangat panjang melahirkan watak biadab dan tidak
berprikemanusiaan. Semua karakter buruk Yahudi tersebut seolah telah
menjadi skenario Tuhan untuk menjadi cobaan di akhir zaman.

Mungkin, kelakuan Zionis Yahudi yang terhadap rakyat Palestina merupakan rahasia
yang mulai terkuak untuk membuka mata dunia. Karena Israel selalu picik
dalam mempengaruhi opini manusia. Atau mingkin, kebiadaban Zionis Israel
sekarang ini menjadi potret dari lensa kiamat, sebagaimana isyarat baginda
Nabi dalam sabdanya, bahwa nanti di akhir zaman, ketika kiamat sudha
mendekat, akan terjadi perang antara muslim dan Yahudi. Jika benar
demikian, maka kebiadaban Zionis Israel di Gaza sekarang ini bukanlah
perilaku akhir mereka. Semua itu hanya replay sejarah dan postponed
scenario sebelum go with new aggression.
*Dosen Fakultas Syariah IAIN STS Jambi. Mahasiswa Program Doktor
University Kebangsaan Malaysia......-Generasi Perang Pikirin-....

Jumat, 16 Januari 2009


Oleh : Ario Djatmiko, pengajar di Fakultas Kedokteran Unair

Awal dari semua kejahatan di muka bumi ini adalah dusta. Begitu
kata Saidun, guru ngaji saya di kampung. Mengapa? Dalam berdusta, kita
sendirilah yang tahu, kita itu sedang berbohong atau tidak.

Siapa pun yang tega menipu diri sendiri pasti lebih tega
melakukannya pada orang lain. Saidun mengingatkan, munafik adalah
serendah-rendah nilai manusia di mata Tuhan. Munafik berarti tidak
satunya kata dan perbuatan. Cirinya, obral janji. Lantas, bagaimana
kita tahu munafik atau tidak?

Pemilu adalah peristiwa mahapenting dalam sejarah bangsa ini.
Proses memilih presiden yang membawa bangsa ini ke depan. Dalam proses
sepenting itu, di mana pers berada? Pers hadir sekadar menjual space
kosong untuk bebas diisi capres. Atau, ada tanggung jawab lain yang
lebih bermakna untuk bangsanya?

Pilar ke-4 yang menjaga demokrasi adalah pers. Untuk itu, kebebasan
pers harus dipertahankan. Ibarat pisau, pers bebas diarahkan ke mana
saja. Pertanyaannya, nurani atau sponsorkah yang bicara?

Ada Yang Harus Dijaga

Obama terpilih, kita menyaksikan indahnya dan terhormatnya
demokrasi. Bukan sekadar kisah menangnya kulit hitam atas kulit putih
atau muda versus tua. Lebih dari itu, menangnya nurani dan akal sehat.
Di sini terlihat peran pers amat jelas. Pers membawa perbedaan
fundamental tiap kandidat presiden ke ruang publik. Pertama, rakyat
Amerika akhirnya sadar untuk memilih jalan kapitalis yang sosialistik
ketimbang kapitalis bebas ala Reagan. Tentu dengan segala konkuensinya.

Kedua, rakyat memilih multilateralisme ketimbang unilateralisme.
Artinya, mereka menerima bahwa Amerika hanya merupakan salah satu
kekuatan penyeimbang dunia. Bukan lagi menjadi pengatur (baca: polisi)
dunia.

Ketiga, soft power lebih diterima ketimbang hard power. Air mata
bercucuran saat Obama berbicara I will listen to you, especially when
we disagree. Untuk orang-orang yang tidak memilih dia, Obama santun
berkata sungguh-sungguh bekerja untuk mereka. Dan, kemenangan Obama pun
menjadi kemenangan rakyat Amerika.

Lebih mengharukan, pidato politik McCain. Dia berjanji mengawal
kepresidenan Obama mencapai cita-cita Amerika. Kita melihat keagungan
di sini. Value yang mencerminkan keluhuran budi, sportivitas, dan
patriotisme tinggi. Mereka sadar, ada hal yang harus mereka jaga demi
masa depan bangsanya, yaitu kebersamaan! Tanpa kebersamaan, Amerika
akan hancur, apalagi dalam situasi ekonomi sulit ini.

Lantas, bagaimana mereka bisa mencapai itu semua? Jawabannya,
kematangan berbangsa dan kerja maksimal pers dalam melakukan
investigasi dan edukasi.

Benarkah para capres kita sadar betul akan pentingnya menjaga
kebersamaan? Benarkah maraknya iklan politik akan identik dengan
lahirnya pemimpin-pemimpin unggul yang bernurani, sportif, dan
patriotis? Apakah kita akan melihat keindahan dan terhormatnya
demokrasi saat pemilu hadir di negeri ini?

Kata-Kata Membunuh

Pada awal putaran kampanye tampak tanda-tanda mencemaskan. Tudingan
Rizal Ramli, dalam paparannya di TV, SBY melakukan rekayasa statistika.
Itu tuduhan berat, kebohongan publik! Pertanyaannya, apakah tudingan
tersebut merupakan rekam jejak atau hanya black campaign? Sebab,
ternyata Ramli pun mencalonkan presiden. Artinya, tudingan itu maybe
yes maybe no dan rakyat bingung.

Di sinilah pers seharusnya hadir membuka tabir? Komentar Amien Rais
tentang SBY-Kalla takut menghadapi asing. Menyetujui UU Migas adalah
ketololan yang menyundul plafond. Mungkin benar, tapi tidak adakah
kalimat yang lebih soft?

Saat McCain menyebut country first, ratingnya naik melebihi Obama.
Tudingan ''that one'' (baca: orang di luar kita) untuk Obama membuat
rating McCain melorot dan tidak pernah naik lagi.

Pelajarannya, black campaign bisa menjadi bumerang. Saat Sarah
Palin terkena masalah, Obama tegas mengatakan akan memecat tim
suksesnya yang melakukan black campaign. Terasa benar hadirnya
kesantunan politik di sini.

Masih ingat saat ulang tahun PDIP di Palembang? Mega mengkritik
langkah pemerintahan SBY-Kalla seperti poco-poco. Dengan nada menghina,
Anas Urbaningrum menasihati Mega untuk lebih sering becermin dan
membaca. Seandainya Anas itu tim sukses Obama, pasti sudah dipecat.

Tapi, negeri ini aneh, posisi Anas di partai justru makin penting
saja. Atau ada skenario lain, lempar batu sembunyi tangan? Kisah
seperti itulah yang muncul di ruang publik. Orang pintar tahu apa yang
dikatakan. Tapi, orang bijak tahu apa dampak dari ucapannya.

Nah, seharusnya para elite tahu cara mengolah delivery agar
substansinya bisa lebih diterima. Dan, bagaimana mungkin kita dapat
membangun kebersamaan kalau para elite terus mengumbar kata-kata
membunuh?

Pers Perjuangan

Jim Collins dalam bukunya Good to Great mengingatkan, ''First who
and then what''. Kalau diibaratkan membeli kucing dalam karung, iklan
politik adalah karungnya. Sekadar bungkus tempat menjual diri semata.
Seindah apa pun karung dihias, who-nya (baca: kucingnya) tetap tak
terungkap. Tidak ada gunanya kita berbicara ''what'' kalau tidak tahu
betul who-nya.

Lantas, di mana peran pers? Pers mempunyai dua wilayah, wilayah
iklan dan wilayah pemberitaan. Iklan adalah wilayah yang bisa dibeli
dan si pembeli dapat menulis apa pun sesuai tujuannya. Jelas tidak
mungkin kita mengungkap ''who'' dari wilayah iklan.

Di sini media harus memilih. Main aman dengan iklan politik dan
sibuk menghitung laba walau sadar ikut menyesatkan. Atau, tegak sebagai
intellectual gate keeper menjaga bangsanya. Tampil tegar menghadapi
risiko di wilayah pemberitaan. Membawa analisis tajam rekam jejak
capres ke ruang publik, membuka mata hati rakyat.

Beruntung saya pernah bertemu mediang Mochtar Lubis. Pers tidak
hanya urusan teknik pemberitaan semata. Makna publik adalah tujuan
utama pers. Landasan moral, etika, keberpihakan pada -kebenaran dan
kepentingan masyarakat- adalah nyawa pers.

Mochtar mengingatkan, pers Indonesia lahir karena perjuangan dan
sampai akhir tetap menjadi alat perjuangan. Jelas, perjuangan menuntut
sacrifice, bukan sekadar usaha mengejar laba.

Lantas, ke mana pisau pers akan diarahkan? Tegakah kita membiarkan
rakyat tak berdaya tersesat, memilih karung indah berisi serigala?

Selasa, 13 Januari 2009

Percakapan pada suatu ruang personalia yang sedang mencari pegawai baru:

Boss: Nama saudara siapa?
Pelamar: Anton Pak...
Boss : coba ceritakan tentang keluarga saudara...!
Pelamar: Saya dua bersaudara, adik saya masih kuliah di Bandung...
Orang tua saya tinggal di Surabaya....
Kakek dan nenek dari bapak
tinggal di Solo...
kakek and Nenek dari ibu tinggal di Medan
.... Paman dan pakde semua
tinggal di Jakarta.
Boss : Apakah saudara dapat berbahasa Inggris?
Pelamar: Yes.... Sir...
Boss : Now tell me about your family in English...!! ..
Pelamar: Sorry sir... I don't have family in English....

************ ********* ********* ********* ***

Bebek

Seekor bebek pergi kewarung dan bertanya, "Ada makanan bebek?"
Tukang warung bilang, :Tidak ada."
Bebek bilang, "Iya deh." Lalu pergi.
Besoknya, bebek itu ke warung lagi dan bertanya, "Ada makanan bebek?"
Tukang warung bilang tidak ada dan bebek itu pergi Besoknya, bebek itu
ke warung lagi dan bertanya, "ada makanan bebek?"
Tukan warung bilang, "Saya sudah bilang dua kali, saya tidak menjual
makanan bebek, dan tidak akan pernah menjualnya. Jika kamu tanya lagi,
akan saya paku kaki kamu ke lantai!". Lalu bebek itu pergi lagi.
Besoknya bebek itu dating lagi ke warung dan bertanya, "Ada martil untuk
memukul paku?"
"Tidak ada."
Lalu bebek itu bertanya lagi, "Ada
paku?"
"Tidak ada."
Hening sejenak, kemudian bebek itu bertanya lagi, "Ada makanan bebek?"

************ ********* ********* *****

Domba

Seorang gembala sedang menggembalakan domba.
Seorang yang lewat berkata, "Engkau mempunyai kawanan domba yang bagus
sekali.
Bolehkan saya mengajukan pertanyaan tentang domba-domba itu?"
"Oh, tentu, akan saya jawab dengan senang hati," kata gembala itu.
Orang itu berkata, "Berapa jauh domba-dombamu berjalan setiap hari?"
"Yang mana, yang putih atau yang hitam, tanya gembala.
"Yang putih."
"Ah, yang putih berjalan sekitar enam kilometer setiap hari."
"Dan yang hitam?"
"Yang hitam juga."
"Dan berapa banyak rumput mereka makan setiap hari?"
"Yang mana?, yang putih atau yang hitam?"
"Yang Putih,"
"Ah, yang putih makan sekitar empat kilo rumput setiap hari."
"Dan yang hitam?"
"Yang hitam juga."
"Dan berapa banyak bulu yang mereka hasilkan setiap tahu?"
"Yang mana?, yang putih atau yang hitam?"
"Yang putih,"
"Ah menurut perkiraan saya, yang putih menghasilkan sekitar enam kilo
bulu setiap tahun kalau mereka dicukur."
"Dan yang hitam?"
"Yang hitam juga."
Orang yang bertanya menjadi penasaran..
"Boleh saya bertanya, mengapa engkau mempunyai kebiasaan yang aneh,
membedakan dombamu menjadi domba putih dan hitam setiap kali engkau
menjawab pertanyaanku, padahal semuanya sama saja?"
Gembala itu menjawab, "Tentu saja saya harus membedakan.
Karena domba-domba yang putih itu adalah milik saya."
"Ooo, begitu," penanya itu mengerti, ".... Kalau yang
hitam?"
Yang hitam juga."

Cheers,
lamar

Senin, 12 Januari 2009


Berikut adalah sedikit sejarah perkembangan prosesor Intel dan para clone-nya yang berhasil disarikan :


Debut Intel dimulai dengan processor seri MCS4 yang merupakan cikal
bakal dari prosesor i4040. Processor 4 bit ini yang direncanakan untuk
menjadi otak calculator , pada tahun yang sama (1971), intel membuat
revisi ke i440. Awalnya dipesan oleh sebuah perusahaan Jepang untuk
pembuatan kalkulator , ternyata prosesor ini jauh lebih hebat dari yang
diharapkan sehingga Intel membeli hak guna dari perusahaan Jepang
tersebut untuk perkembangan dan penelitian lebih lanjut. Di sinilah
cikal bakal untuk perkembangan ke arah prosesor komputer.

Berikutnya muncul processor 8 bit pertama i8008 (1972), tapi agak
kurang disukai karena multivoltage.. lalu baru muncul processor i8080,
disini ada perubahan yaitu jadi triple voltage, pake teknologi NMOS
(tidak PMOS lagi), dan mengenalkan pertama kali sistem clock generator
(pake chip tambahan), dikemas dalam bentuk DIP Array 40 pins. Kemudian
muncul juga processor2 : MC6800 dari Motorola -1974, Z80 dari Zilog
-1976 (merupakan dua rival berat), dan prosessor2 lain seri 6500 buatan
MOST, Rockwell, Hyundai, WDC, NCR dst. Z80 full compatible dengan i8008
hanya sampai level bahasa mesin. Level bahasa rakitannya berbeda (tidak
kompatibel level software). Prosesor i8080 adalah prosesor dengan
register internal 8-bit, bus eksternal 8-bit, dan memori addressing
20-bit (dapat mengakses 1 MB memori total), dan modus operasi REAL.

Thn 77 muncul 8085, clock generatornya onprocessor, cikal bakalnya
penggunaan single voltage +5V (implementasi s/d 486DX2, pd DX4 mulai
+3.3V dst).
i8086, prosesor dengan register 16-bit, bus data eksternal 16-bit,
dan memori addressing 20-bit. Direlease thn 78 menggunakan teknologi
HMOS, komponen pendukung bus 16 bit sangat langka , sehingga harganya
menjadi sangat mahal.

Maka utk menjawab tuntutan pasar muncul i8088 16bit bus internal,
8bit bus external. Sehingga i8088 dapat memakai komponen peripheral
8bit bekas i8008. IBM memilih chip ini untuk pebuatan IBM PC karena
lebih murah daripada i8086. Kalau saja CEO IBM waktu itu tidak
menyatakan PC hanyalah impian sampingan belaka, tentu saja IBM akan
menguasai pasar PC secara total saat ini. IBM PC first release Agustus
1981 memiliki 3 versi IBM PC, IBM PC-Jr dan IBM PC-XT (extended
technology). Chip i8088 ini sangat populer, sampai NEC meluncurkan
sebuah chip yang dibangun berdasarkan spesifikasi pin chip ini, yang
diberi nama V20 dan V30. NEC V20 dan V30 adalah processor yang
compatible dengan intel sampai level bahasa assembly (software).


Chip 8088 dan 8086 kompatibel penuh dengan program yang dibuat untuk
chip 8080, walaupun mungkin ada beberapa program yang dibuat untuk 8086
tidak berfungsi pada chip 8088 (perbedaan lebar bus)

Lalu muncul 80186 dan i80188.. sejak i80186, prosessor mulai
dikemas dalam bentuk PLCC, LCC dan PGA 68 kaki.. i80186 secara fisik
berbentuk bujursangkar dengan 17 kaki persisi (PLCC/LCC) atau 2 deret
kaki persisi (PGA) dan mulai dari i80186 inilah chip DMA dan interrupt
controller disatukan ke dalam processor. semenjak menggunakan 286,
komputer IBM menggunakan istilah IBM PC-AT (Advanced Technology)dan
mulai dikenal pengunaan istilah PersonalSystem (PS/1). Dan juga mulai
dikenal penggunaan slot ISA 16 bit yang dikembangkan dari slot ISA 8
bit , para cloner mulai ramai bermunculan. Ada AMD, Harris & MOS
yang compatible penuh dengan intel. Di 286 ini mulai dikenal penggunaan
Protected Virtual Adress Mode yang memungkinkan dilakukannya
multitasking secara time sharing (via hardware resetting).

Tahun 86 IBM membuat processor dengan arsitektur RISC 32bit pertama
untuk kelas PC. Namun karena kelangkaan software, IBM RT PC ini
“melempem” untuk kelas enterprise, RISC ini berkembang lebih pesat,
setidaknya ada banyak vendor yang saling tidak kompatibel.

* Lalu untuk meraih momentum yang hilang dari chip i8086, Intel
membuat i80286, prosesor dengan register 16-bit, bus eksternal 16-bit,
mode protected terbatas yang dikenal dengan mode STANDARD yang
menggunakan memori addressing 24-bit yang mampu mengakses maksimal 16
MB memori. Chip 80286 ini tentu saja kompatibel penuh dengan chip-chip
seri 808x sebelumnya, dengan tambahan beberapa set instruksi baru.
Sayangnya chip ini memiliki beberapa bug pada desain hardware-nya,
sehingga gagal mengumpulkan pengikut.

Pada tahun 1985, Intel meluncurkan desain prosesor yang sama sekali
baru: i80386. Sebuah prosesor 32-bit , dalam arti memiliki register
32-bit, bus data eksternal 32-bit, dan mempertahankan kompatibilitas
dengan prosesor generasi sebelumnya, dengan tambahan diperkenalkannya
mode PROTECTED 32-BIT untuk memori addressing 32-bit, mampu mengakses
maksimum 4 GB , dan tidak lupa tambahan beberapa instruksi baru. Chip
ini mulai dikemas dalam bentuk PGA (pin Grid Array)

Prosesor Intel sampai titik ini belum menggunakan unit FPU secara

internal . Untuk dukungan FPU, Intel meluncurkan seri 80×87. Sejak 386
ini mulai muncul processor cloner : AMD, Cyrix, NGen, TI, IIT, IBM
(Blue Lightning) dst, macam-macamnya :
i80386 DX (full 32 bit)

i80386 SX (murah karena 16bit external)

i80486 DX (int 487)

i80486 SX (487 disabled)

Cx486 DLC (menggunakan MB 386DX, juga yang lain)

Cx486 SLC (menggunakan MB 386SX)

i80486DX2

i80486DX2 ODP

Cx486DLC2 (arsitektur MB 386)

Cx486SLC2 (arsitektur MB 386)

i80486DX4

i80486DX4 ODP

i80486SX2

Pentium

Pentium ODP

* Sekitar tahun 1989 Intel meluncurkan i80486DX. Seri yang tentunya
sangat populer, peningkatan seri ini terhadap seri 80386 adalah
kecepatan dan dukungan FPU internal dan skema clock multiplier (seri
i486DX2 dan iDX4), tanpa tambahan instruksi baru. Karena permintaan
publik untuk prosesor murah, maka Intel meluncurkan seri i80486SX yang
tak lain adalah prosesor i80486DX yang sirkuit FPU-nya telah disabled .
Seperti yang seharusnya, seri i80486DX memiliki kompatibilitas penuh
dengan set instruksi chip-chip seri sebelumnya.


* AMD dan Cyrix kemudian membeli rancangan prosesor i80386 dan i80486DX
untuk membuat prosesor Intel-compatible, dan mereka terbukti sangat
berhasil. Pendapat saya inilah yang disebut proses ‘cloning’, sama
seperti cerita NEC V20 dan V30. AMD dan Cyrix tidak melakukan proses
perancangan vertikal (berdasarkan sebuah chip seri sebelumnya),
melainkan berdasarkan rancangan chip yang sudah ada untuk membuat chip
yang sekelas.


* Tahun 1993, dan Intel meluncurkan prosesor Pentium. Peningkatannya
terhadap i80486: struktur PGA yang lebih besar (kecepatan yang lebih
tinggi , dan pipelining, TANPA instruksi baru. Tidak ada yang spesial
dari chip ini, hanya fakta bahwa standar VLB yang dibuat untuk i80486
tidak cocok (bukan tidak kompatibel) sehingga para pembuat chipset
terpaksa melakukan rancang ulang untuk mendukung PCI. Intel menggunakan
istilah

Pentium untuk meng”hambat” saingannya. Sejak Pentium ini para
cloner mulai “rontok” tinggal AMD, Cyrix . Intel menggunakan istilah
Pentium karena Intel kalah di pengadilan paten. alasannya angka tidak
bisa dijadikan paten, karena itu intel mengeluarkan Pentium menggunakan
TM. AMD + Cyrix tidak ingin tertinggal, mereka mengeluarkan standar

Pentium Rating (PR) sebelumnya ditahun 92 intel sempat berkolaborasi
degan Sun, namun gagal dan Intel sempat dituntut oleh Sun karena
dituduh menjiplak rancangan Sun. Sejak Pentium, Intel telah menerapkan
kemampuan Pipelining yang biasanya cuman ada diprocessor RISC (RISC spt
SunSparc). Vesa Local Bus yang 32bit adalah pengembangan dari
arsitektur ISA 16bit menggunakan clock yang tetap karena memiliki clock
generator sendiri (biasanya >33Mhz) sedangkan arsitektur PCI adalah
arsitektur baru yang kecepatan clocknya mengikuti kecepatan clock
Processor (biasanya kecepatannya separuh kecepatan processor).. jadi
Card VGA PCI kecepatannya relatif tidak akan sama di frekuensi MHz
processor yang berbeda alias makin cepat MHz processor, makin cepat
PCI-nya


* Tahun 1995, kemunculan Pentium Pro. Inovasi disatukannya cache memori
ke dalam prosesor menuntut dibuatnya socket 8 . Pin-pin prosesor ini
terbagi 2 grup: 1 grup untuk cache memori, dan 1 grup lagi untuk
prosesornya sendiri, yang tak lebih dari pin-pin Pentium yang diubah
susunannya . Desain prosesor ini memungkinkan keefisienan yang lebih
tinggi saat menangani instruksi 32-bit, namun jika ada instruksi 16-bit
muncul dalam siklus instruksi 32-bit, maka prosesor akan melakukan
pengosongan cache sehingga proses eksekusi berjalan lambat. Cuma ada 1
instruksi yang ditambahkan: CMOV (Conditional MOVe) .


* Tahun 1996, prosesor Pentium MMX. Sebenarnya tidak lebih dari sebuah
Pentium dengan unit tambahan dan set instruksi tambahan, yaitu MMX.
Intel sampai sekarang masih belum memberikan definisi yang jelas
mengenai istilah MMX. Multi Media eXtension adalah istilah yang
digunakan AMD . Ada suatu keterbatasan desain pada chip ini: karena
modul MMX hanya ditambahkan begitu saja ke dalam rancangan Pentium
tanpa rancang ulang, Intel terpaksa membuat unit MMX dan FPU melakukan
sharing, dalam arti saat FPU aktif MMX non-aktif, dan sebaliknya.
Sehingga Pentium MMX dalam mode MMX tidak kompatibel dengan Pentium.


Bagaimana dengan AMD K5? AMD K5-PR75 sebenarnya adalah sebuah
‘clone’ i80486DX dengan kecepatan internal 133MHz dan clock bus 33MHz .
Spesifikasi Pentium yang didapat AMD saat merancang K5 versi-versi
selanjutnya dan Cyrix saat merancang 6×86 hanyalah terbatas pada
spesifikasi pin-pin Pentium. Mereka tidak diberi akses ke desain
aslinya. Bahkan IBM tidak mampu membuat Intel bergeming (Cyrix,
mempunyai kontrak terikat dengan IBM sampai tahun 2005)

Mengenai rancangan AMD K6, tahukah anda bahwa K6 sebenarnya adalah
rancangan milik NexGen ? Sewaktu Intel menyatakan membuat unit MMX, AMD
mencari rancangan MMX dan menambahkannya ke K6. Sayangnya spesifikasi
MMX yang didapat AMD sepertinya bukan yang digunakan Intel, sebab
terbukti K6 memiliki banyak ketidakkompatibilitas instruksi MMX dengan
Pentium MMX.

* Tahun 1997, Intel meluncurkan Pentium II, Pentium Pro dengan
teknologi MMX yang memiliki 2 inovasi: cache memori tidak menjadi 1
dengan inti prosesor seperti Pentium Pro , namun berada di luar inti
namun berfungsi dengan kecepatan processor. Inovasi inilah yang
menyebabkan hilangnya kekurangan Pentium Pro (masalah pengosongan
cache) Inovasi kedua, yaitu SEC (Single Edge Cartidge), Kenapa? Karena
kita dapat memasang prosesor Pentium Pro di slot SEC dengan bantuan
adapter khusus. Tambahan : karena cache L2 onprocessor, maka kecepatan
cache = kecepatan processor, sedangkan karena PII cachenya di”luar”
(menggunakan processor module), maka kecepatannya setengah dari
kecepatan processor. Disebutkan juga penggunaan Slot 1 pada PII karena
beberapa alasan :

Pertama, memperlebar jalur data (kaki banyak - Juga jadi alasan
Socket 8), pemrosesan pada PPro dan PII dapat paralel. Karena itu
sebetulnya Slot 1 lebih punya kekuatan di Multithreading / Multiple
Processor. ( sayangnya O/S belum banyak mendukung, benchmark PII dual
processorpun oleh ZDBench lebih banyak dilakukan via Win95 ketimbang
via NT)

Kedua, memungkinkan upgrader Slot 1 tanpa memakan banyak space di
Motherboard sebab bila tidak ZIF socket 9 , bisa seluas Form
Factor(MB)nya sendiri konsep hemat space ini sejak 8088 juga sudah ada
.Mengapa keluar juga spesifikasi SIMM di 286? beberapa diantaranya
adalah efisiensi tempat dan penyederhanaan bentuk.

Ketiga, memungkinkan penggunaan cache module yang lebih efisien dan
dengan speed tinggi seimbang dengan speed processor dan lagi-lagi tanpa
banyak makan tempat, tidak seperti AMD / Cyrix yang “terpaksa” mendobel
L1 cachenya untuk menyaingi speed PII (karena L2-nya lambat) sehingga
kesimpulannya AMD K6 dan Cyrix 6×86 bukan cepat di processor melainkan
cepat di hit cache! Sebab dengan spec Socket7 kecepatan L2 cache akan
terbatas hanya secepat bus data / makin lambat bila bus datanya sedang
sibuk, padahal PII thn depan direncanakan beroperasi pada 100MHz (bukan
66MHz lagi). Point inilah salah satu alasan kenapa intel mengganti
chipset dari 430 ke 440 yang berarti juga harus mengganti Motherboard.

Penulis: Onno W Purbo
(sumber : PC Magazine, PC World, BYTE Magazine, Windows Magazine, dan Intel’s Developers Network)

WOW KEREN....


Sekitar 20 wartawan Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepri yang membentuk komunitas "blogger" atau "Bintan Island Blogger Community" akan melakukan sosialisasi "web log" atau "blog" kepada pelajar SMA di daerah setempat pada Senin (12/1-2009).
Ketua Panitia "Blogger Goes To School", Syaifullah Pasaribu, Sabtu mengatakan, masih banyak pelajar yang belum mengetahui dan memahami fungsi "blog" yang hanya dapat diakses melalui internet.

"Kami berupaya menciptakan 'blogger' yang handal di kalangan pelajar, yang dapat memanfaatkan fasilitas internet secara positif," kata Syaifullah yang juga wartawan TV One.

Dia mengatakan "blog" merupakan bentuk aplikasi web yang menyerupai tulisan-tulisan pada sebuah halaman web umum. Tulisan-tulisan tersebut sering dimuat dalam urutan terbalik yaitu isi terbaru dahulu kemudian diikuti isi sebelumnya.

"Namun tidak selamanya demikian," katanya.

Media blog pertama kali dipopulerkan oleh blogger.com, yang dimiliki oleh PyraLab sebelum akhirnya PyraLab diakuisi oleh google.Com pada akhir tahun 2002 yang lalu. Semenjak itu, banyak terdapat aplikasi-aplikasi yang bersifat sumber terbuka yang diperuntukkan kepada perkembangan para penulis blog tersebut.

Jenis "blogger" berupa politik, pribadi, syair, bertopik, kesehatan, sastra, perjalanan, hukum, penelitihan, media, agama, kebersamaan, pendidikan, petunjuk, bisnis dan pengganggu.

"Panitia pelaksana sosialisasi 'blog' kepada pelajar memiliki 'blogger' pribadi. Isi 'blog' mereka beranekaragam, mulai dari berita terbaru, fotografi, cerita pendek, hasil penelitihan dan pengalaman-pengalaman pribadi yang dituangkan dalam bentuk tulisan," katanya
Dia menyatakan, pelajar juga dapat membentul komunitas "blogger". Komunitas "blogger" terbentuk berdasarkan kesamaan-kesamaan tertentu, seperti kesamaan asal daerah, kesamaan kampus, kesamaan hobi, dan sebagainya. Para blogger yang tergabung dalam komunitas-komunitas blogger tersebut biasanya sering mengadakan kegiatan-kegiatan bersama-sama seperti kopi darat.

"Untuk bisa bergabung di komunitas blogger, biasanya ada semacam syarat atau aturan yang harus dipenuhi untuk bisa masuk di komunitas tersebut, misalkan berasal dari daerah tertentu," ujarnya.

Syaifullah mengatakan, 'blog' juga dapat dimanfaatkan untuk kampanye politik dan juga program-program media dan perusahaan-perusahaan.

"Sebagian blog dipelihara oleh seorang penulis tunggal, sementara sebagian lainnya oleh beberapa penulis. Banyak juga weblog yang memiliki fasilitas interaksi dengan para pengunjungnya, yang dapat memperkenankan para pengunjungnya untuk meninggalkan komentar atas isi dari tulisan yang dipublikasikan," tuturnya.

Dia mengatakan, situs web yang saling berkaitan berkat weblog, atau secara total merupakan kumpulan weblog sering disebut sebagai "blogosphere". Bilamana sebuah kumpulan gelombang aktivitas, informasi dan opini yang sangat besar berulang kali muncul untuk beberapa subyek atau sangat kontroversial terjadi dalam blogosphere, maka hal itu sering disebut sebagai "blogstorm" atau "badai blog".

Jumat, 09 Januari 2009

PHK Besar-Besaran


Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran terhadap karyawan yang bekerja pada beberapa perusahaan berskala besar di Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri mulai terjadi di awal tahun 2009.

"Puncak PHK terhadap ribuan karyawan diperkirakan pada Maret 2009," ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bintan, Makhfur Z di Tanjungpinang, Kamis.

PHK terhadap karyawan di Bintan terjadi sejak krisis keuangan global yang melanda Amerika dan beberapa negara di Eropa. Krisis tersebut mempengaruhi pendapatan sebagian besar perusahaan yang berlokasi di Lobam dan Kijang, Kabupaten Bintan.

Maskhfir mengatakan, jumlah karyawan tetap dan kontrak di Lobam sebanyak 10.802 orang, sedangkan di Kijang sebanyak 2.700 orang.

"Di Lobam terdapat 22 perusahaan, sementara di Kijang ada tiga perusahaan," katanya.

Sedikitnya empat perusahaan besar yang bergerak dibidang elektronik mengalami kerugian karena barang yang diproduksi tidak laku dijual di pasaran internasional. Perusahaan itu adalah PT Royal, PT Sumiko, PT Upec dan PT Korindo.

"Empat perusahaan tersebut masih beroperasi meski mengurangi produksi," katanya.

Biasanya banyak pengusaha dari beberapa negara memesan produk elektronik yang diproduksi perusahaan elektronik di Lobam dan Kijang. Namun hingga sekarang belum ada satu pun perusahaan asing yang membeli produk elektronik tersebut.

"Tidak ada pesanan terhadap barang yang diproduksi perusahaan tersebut sehingga perusahaan melakukan efesiensi karyawan untuk mengurangi biaya pengeluaran," ujarnya.

Menurut Makhfur, sebanyak 923 karyawan kontrak di Kijang tidak perpanjang masa kerjanya. Hal yang juga terjadi terhadap 636 karyawan di Lobam.

"Sekitar 67,5 persen karyawan Kijang menetap, tidak pulang kampung setelah di-PHK. Sebanyak 32,5 persen karyawan di Lobam juga menetap di Lobam," katanya.

Ratusan karyawan di Lobam akan menyusul rekan-rekannya yang di PHK. Mereka berstatus setengah pengangguran karena bekerja tidak sampai 40 jam selama sepekan.

Mereka mengeluh karena hanya menerima gaji pokok sebesar upah minimum Kabupaten Bintan Rp895.000. Biasanya mereka mendapatkan upah lembur.

Semenjak terjadinya krisis perekonomian global, perusahaan tidak pernah memberi lembur kepada karyawan.

"Sekitar 200 lebih karyawan PT Sumiko dirumahkan. Itu gelaja terjadinya PHK," tutur Makhfur.

Makhfur mengatakan, perusahaan harus membayar pesangon kepada karyawan yang di-PHK.

"Kewajiban perusahaan terhadap karyawan yang di-PHk harus dipenuhi," katanya.
Disnaker akan mengawasi aset-aset perusahaan hingga perusahaan tersebut menunaikan kewajibannya kepada karyawan yang di-PHK.

"Aset-aset perusahaan tidak boleh dijual atau dibawa pergi sebelum kewajibannya terpenuhi," katanya.

ANTARA ZIONISME DAN YAHUDI Oleh: HARUN YAHYA

Musim panas tahun 1982 menjadi saksi atas kebiadaban luar biasa yang
menyebabkan seluruh dunia berteriak dan mengutuknya dengan keras. Tentara Isrel
memasuki wilayah Lebanon dalam suatu serbuan mendadak, dan bergerak maju sambil
menghancurkan sasaran apa saja yang nampak di hadapan mereka. Pasukan Israel ini mengepung
kamp-kamp pengungsi yang dihuni warga Palestina yang telah melarikan diri akibat
pengusiran dan pendudukan oleh Israel beberapa tahun sebelumnya. Selama dua hari,
tentara Israel ini mengerahkan milisi Kristen Lebanon untuk membantai penduduk
sipil tak berdosa tersebut. Dalam beberapa hari saja, ribuan nyawa tak berdosa telah
terbantai.

Terorisme biadab bangsa Israel ini telah membuat marah seluruh masyarakat
dunia. Tapi, yang menarik adalah sejumlah kecaman tersebut justru datang dari
kalangan Yahudi, bahkan Yahudi Israel sendiri. Profesor Benjamin Cohen dari Tel Aviv
University menulis sebuah pernyataan pada tanggal 6 Juni 1982:
Saya menulis kepada anda sambil mendengarkan radio transistor yang baru saja
mengumumkan bahwa ‘kita’ sedang dalam proses ‘pencapaian tujuan-tujuan kita’
di Lebanon: yakni untuk menciptakan ‘kedamaian’ bagi penduduk Galilee.

Kebohongan ini sungguh membuat saya marah. Sudah jelas bahwa ini adalah
peperangan biadab, lebih kejam dari yang pernah ada sebelumnya, tidak ada kaitannya
dengan upaya yang sedang dilakukan di London atau keamanan di Galilee…Yahudi,
keturunan Ibrahim…. Bangsa Yahudi, mereka sendiri menjadi korban kekejaman,
bagaimana mereka dapat menjadi sedemikian kejam pula? … Keberhasilan terbesar bagi Zionisme
adalah de-Yahudi-isasi bangsa Yahudi. ("Professor Leibowitz calls Israeli
politics in Lebanon Judeo-Nazi" Yediot Aharonoth, 2 Juli 1982)

Benjamin Cohen bukanlah satu-satunya warga Israel yang menentang
pendudukan Israel atas Lebanon. Banyak kalangan intelektual Yahudi yang tinggal di Israel yang
mengutuk kebiadaban yang dilakukan oleh negeri mereka sendiri.

Pensikapan ini tidak hanya tertuju pada pendudukan Israel atas Lebanon.
Kedzaliman Israel atas bangsa Palestina, keteguhan dalam menjalankan kebijakan
penjajahan, dan hubungannya dengan lembaga-lembaga semi-fasis di bekas rejim rasis
Apartheid di Afrika Selatan telah dikritik oleh banyak tokoh intelektual terkemuka di
Israel selama bertahun-tahun. Kritik dari kalangan Yahudi sendiri ini tidak
terbatas hanya pada berbagai kebijakan Israel, tetapi juga diarahkan pada Zionisme,
ideologi resmi negara Israel.

Ini menyatakan apa yang sesungguhnya terjadi: kebijakan pendudukan Israel
atas Palestina dan terorisme negara yang mereka lakukan sejak tahun 1967 hingga
sekarang berpangkal dari ideologi Zionisme, dan banyak Yahudi dari seluruh dunia yang
menentangnya.

Oleh karena itu, bagi umat Islam, yang hendaknya dipermasalahkan adalah
bukan agama Yahudi atau bangsa Yahudi, tetapi Zionisme. Sebagaimana gerakan anti-Nazi
tidak sepatutnya membenci keseluruhan masyarakat Jerman, maka seseorang yang
menentang Zionisme tidak sepatutnya menyalahkan semua orang Yahudi.

Asal Mula Gagasan Rasis Zionisme Setelah orang-orang Yahudi terusir dari Yerusalem pada tahun 70 M, mereka
mulai tersebar di berbagai belahan dunia. Selama masa ‘diaspora’ ini, yang berakhir
hingga abad ke-19, mayoritas masyarakat Yahudi menganggap diri mereka sebagai sebuah
kelompok masyarakat yang didasarkan atas kesamaan agama mereka.

Sepanjang perjalanan waktu, sebagian besar orang Yahudi membaur dengan budaya setempat, di
negara di mana mereka tinggal. Bahasa Hebrew hanya tertinggal sebagai bahasa suci yang
digunakan dalam berdoa, sembahyang dan kitab-kitab agama mereka. Masyarakat Yahudi
di Jerman mulai berbicara dalam bahasa Jerman, yang di Inggris berbicara dengan bahasa
Inggris. Ketika sejumlah larangan dalam hal kemasyarakatan yang berlaku
bagi kaum Yahudi di negara-negara Eropa dihapuskan di abad ke-19, melalui emansipasi,
masyarakat Yahudi mulai berasimilasi dengan kelompok masyarakat di mana
mereka tinggal. Mayoritas orang Yahudi menganggap diri mereka sebagai sebuah
‘kelompok agamis’ dan bukan sebagai sebuah ‘ras’ atau ‘bangsa’. Mereka menganggap
diri mereka sebagai masyarakat atau orang ‘Jerman Yahudi’, ‘Inggris Yahudi,
atau ‘Amerika Yahudi’.

Namun, sebagaimana kita pahami, rasisme bangkit di abad ke-19. Gagasan rasis,
terutama akibat pengaruh teori evolusi Darwin, tumbuh sangat subur dan
mendapatkan banyak pendukung di kalangan masyarakat Barat. Zionisme muncul akibat
pengaruh kuat badai rasisme yang melanda sejumlah kalangan masyarakat Yahudi.

Kalangan Yahudi yang menyebarluaskan gagasan Zionisme adalah mereka yang
memiliki keyakinan agama sangat lemah. Mereka melihat “Yahudi” sebagai nama sebuah
ras, dan bukan sebagai sebuah kelompok masyarakat yang didasarkan atas suatu
keyakinan agama. Mereka mengemukakan bahwa Yahudi adalah ras tersendiri yang
terpisah dari bangsa-bangsa Eropa, sehingga mustahil bagi mereka untuk hidup bersama,
dan oleh karenanya, mereka perlu mendirikan tanah air mereka sendiri. Orang-orang
ini tidak mendasarkan diri pada pemikiran agama ketika memutuskan wilayah mana yang
akan digunakan untuk mendirikan negara tersebut. Theodor Herzl, bapak pendiri
Zionisme, pernah mengusulkan Uganda, dan rencananya ini dikenal dengan nama ‘Uganda
Plan’.

Kaum Zionis kemudian menjatuhkan pilihan mereka pada Palestina. Alasannya
adalah Palestina dianggap sebagai ‘tanah air bersejarah bangsa Yahudi’, dan bukan
karena nilai relijius wilayah tersebut bagi mereka.

Para pengikut Zionis berusaha keras untuk menjadikan orang-orang Yahudi
lain mau menerima gagasan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama
mereka ini.

Organisasi Yahudi Dunia, yang didirikan untuk melakukan propaganda masal,
melakukan kegiatannya di negara-negara di mana terdapat masyarakat Yahudi. Mereka mulai
menyebarkan gagasan bahwa orang-orang Yahudi tidak dapat hidup secara
damai dengan bangsa-bangsa lain dan bahwa mereka adalah suatu ‘ras’ tersendiri; dan dengan
alasan ini mereka harus pindah dan bermukim di Palestina. Sejumlah besar
masyarakat Yahudi saat itu mengabaikan seruan ini.

Dengan demikian, Zionisme telah memasuki ajang politik dunia sebagai
sebuah ideologi rasis yang meyakini bahwa masyarakat Yahudi tidak seharusnya hidup bersama
dengan bangsa-bangsa lain. Di satu sisi, gagasan keliru ini memunculkan beragam
masalah serius dan tekanan terhadap masyarakat Yahudi yang hidupnya tersebar di
seluruh dunia.

Di sisi lain, bagi masyarakat Muslim di Timur Tengah, hal ini
memunculkan kebijakan penjajahan dan pencaplokan wilayah oleh Israel, pertumpahan darah,
kematian, kemiskinan dan teror.

Banyak kalangan Yahudi saat ini yang mengecam ideologi Zionisme. Rabbi
Hirsch, salah seorang tokoh agamawan Yahudi terkemuka, mengatakan:
‘Zionisme berkeinginan untuk mendefinisikan masyarakat Yahudi sebagai sebuah
bangsa .... ini adalah sesuatu yang menyimpang (dari ajaran agama)’.
(Washington Post, 3 Oktober 1978)

Roger Garaudy menulis:
Musuh terbesar bagi agama Yahudi adalah cara berpikir nasionalis, rasis dan
kolonialis dari Zionisme, yang lahir di tengah-tengah (kebangkitan)
nasionalisme, rasisme dan kolonialisme Eropa abad ke-19. Cara berpikir ini, yang
mengilhami semua kolonialisme Barat dan semua peperangannya melawan nasionalisme lain,
adalah cara berpikir bunuh diri. Tidak ada masa depan atau keamanan bagi Israel dan
tidak ada perdamaian di Timur Tengah kecuali jika Israel telah mengalami “de-Zionisasi”
dan kembali pada agama Ibrahim, yang merupakan warisan spiritual,
persaudaraan dan milik bersama dari tiga agama wahyu: Yahudi, Nasrani dan Islam. (Roger
Garaudy, "Right to Reply: Reply to the Media Lynching of Abbe Pierre and Roger
Garaudy",Samizdat, Juni 1996)

Dengan alasan ini, kita hendaknya membedakan Yahudi dengan Zionisme. Tidak
setiap orang Yahudi di dunia ini adalah seorang Zionis. Kaum Zionis tulen adalah
minoritas di dunia Yahudi. Selain itu, terdapat sejumlah besar orang Yahudi yang
menentang tindakan kriminal Zionisme yang melanggar norma kemanusiaan. Mereka
menginginkan Israel menarik diri secara serentak dari semua wilayah yang didudukinya, dan
mengatakan bahwa Israel harus menjadi sebuah negara bebas di mana semua
ras dan masyarakat dapat hidup bersama dan mendapatkan perlakuan yang sama, dan bukan
sebagai ‘negara Yahudi’ rasis.

Kaum Muslimin telah bersikap benar dalam menentang Israel dan Zionisme.
Tapi, mereka juga harus memahami dan ingat bahwa permasalahan utama bukanlah terletak
pada orang Yahudi, tapi pada Zionisme.

ZIONISME: SEBUAH NASIONALISME SEKULER YANG MENGKHIANATI YUDAISME Zionisme
dibawa ke dalam agenda dunia di akhir-akhir abad ke sembilan belas oleh Theodor Herzl
(1860-1904), seorang wartawan Yahudi asal Austria. Baik Herzl maupun
rekan-rekannya adalah orang-orang yang memiliki keyakinan agama yang sangat lemah, jika
tidak ada sama sekali. Mereka melihat "Keyahudian" sebagai sebuah nama ras, bukan
sebuah masyarakat beriman. Mereka mengusulkan agar orang-orang Yahudi menjadi
sebuah ras terpisah dari bangsa Eropa, yang mustahil bagi mereka untuk hidup bersama,
dan bahwa penting artinya bagi mereka untuk membangun tanah air mereka sendiri.
Mereka tidak mengandalkan pemikiran keagamaan ketika memutuskan tanah air manakah itu
seharusnya.

Theodor Herzl, sang pendiri Zionisme, suatu kali memikirkan Uganda, dan
ini lalu dikenal sebagai "Uganda Plan." Sang Zionis kemudian memutuskan Palestina.
Alasannya adalah Palestina dianggap sebagai "tanah air bersejarah bagi orang-orang
Yahudi", dibandingkan segala kepentingan keagamaan apa pun yang dimilikinya untuk
mereka.

Sang Zionis melakukan upaya-upaya besar untuk mengajak orang-orang Yahudi
lainnya menerima gagasan yang tak sesuai agama ini. Organisasi Zionis Dunia yang baru
melakukan upaya propaganda besar di hampir semua negara yang berpenduduk
Yahudi, dan mulai berpendapat bahwa Yahudi tidak dapat hidup dengan damai dengan
bangsa-bangsa lainnya dan bahwa mereka adalah "ras" yang terpisah. Oleh karena itu,
mereka harus bergerak dan menduduki Palestina. Sebagian besar orang Yahudi mengabaikan
himbauan ini.

Menurut negarawan Israel Amnon Rubinstein: "Zionisme (dulu) adalah sebuah
pengkhianatan atas tanah air mereka (Yahudi) dan sinagog para Rabbi".15
Oleh karena itu banyak orang-orang Yahudi yang mengkritik ideologi Zionisme. Rabbi
Hirsch, salah satu pemimpin keagamaan terkemuka saat itu berkata, "Zionisme ingin menamai
orang-orang Yahudi sebagai sebuah lembaga nasional…. yang merupakan sebuah
penyimpangan. "16 Selebihnya silakan dibaca di link:
http://www.tragedipalestina.com/yahudilawant errorisme. html

15- Amnon Rubinstein, The Zionist Dream Revisited, hlm. 19
16- Washington Post, Oktober 3, 1978

Semoga kita dapat melihat permasalahan Timur Tengah dengan hati dan
pikiran yang
sejernih mungkin,

íóÇ ÃóíõøåóÇ ÇáóøÐöíäó ÂãóäõæÇ ßõæäõæÇ
ÞóæóøÇãöíäó áöáóøåö ÔõåóÏóÇÁó ÈöÇáúÞöÓúØö
æóáÇ íóÌúÑöãóäóøßõãú ÔóäóÂäõ Þóæúãò Úóáóì
ÃóáÇ ÊóÚúÏöáõæÇ ÇÚúÏöáõæÇ åõæó ÃóÞúÑóÈõ
áöáÊóøÞúæóì æóÇÊóøÞõæÇ Çááóøåó Åöäóø Çááóøåó
ÎóÈöíÑñ ÈöãóÇ ÊóÚúãóáõæäó yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Dan tak lupa doa selalu untuk Saudara/Saudari kita di Palestina:

ÑóÈóøäóÇ áÇ ÊóÌúÚóáúäóÇ ÝöÊúäóÉð áöáúÞóæúãö
ÇáÙóøÇáöãöíäó æóäóÌöøäóÇ ÈöÑóÍúãóÊößó ãöäó
ÇáúÞóæúãö ÇáúßóÇÝöÑöíäó yang artinya:
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum
yang lalim,
dan selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang
ingkar." (QS. Yuunus, ayat 85-86)

amiin