Jumat, 23 Januari 2009

Di mana harta Soeharto???


TD Pardede, tokoh pengusaha asal Medan
jaman dulu jika masih hidup tentu akan tercengang membaca berita majalah Tempo
minggu ini :

“ Dari luar ruangan, sejumlah tokoh melihat pertemuan itu berlangsung
dingin. Teh dalam cangkir berlogo Istana Presiden yang diangkut dari rumah
Soeharto, tak disentuh. Hendarman – Jaksa Agung – kata sumber itu, lalu
mengajukan konsep penyelesaian di luar pengadilan. Diantaranya, keluarga
Soeharto harus membayar 4 trilyun kepada negara. Ini sepertiga dari tuntutan
Pemerintah, yakni US $ 420 juta dan Rp 185 milyar plus ganti rugi immaterial Rp
10 trilyun atas Yayasan Supersemar .

Mbak Tutut dan adik adiknya hanya terdiam mendengar angka yang diajukan
Pemerintah “.


Si ompung yang dekat dengan Bung Karno pasti teringat saat suatu
hari dia dipanggil mendadak ke Jakarta.
Mengetahui betapa miskinnya sang Presidennya. Setelah ngobrol ngobrol bersama
menteri lainnya, Presiden Republik Indonesia itu mengajak TD Pardede
ke pojok ruangan.

“ Pardede, bisa kau pinjamkan aku uang ? “

Gelagapan karena langsung ditodong oleh penguasa negeri. TD Pardede merogoh
saku saku jasnya dan memberikan seribu dollar dari kantongnya. Namun Bung Karno
hanya mengambil secukupnya dan mengembalikan sisanya kepada Pardede.



Lain cerita salah satu ajudan terakhir,Putu Sugianitri seorang bekas
Polisi wanita yang juga harus pensiun tanpa kejelasan. Suatu saat setelah tidak
menjadi presiden, Bung Karno jalan jalan keliling kota dan tiba tiba ingin buah rambutan. ” Tri
, beli rambutan “.

” Uangnya mana ? ” tanya si polwan asal Bali itu.

” sing ngelah pis ” kata Bung Karno dalam bahasa Bali yang artinya ”
saya tak punya uang “.

Jadilah sang ajudan memakai uang pribadinya untuk mantan presiden yang tidak
memiliki uang.

Ada juga
cerita dari Bang Ali Sadikin.

Saat ia menjabat Menko Maritim. Ia ditanya oleh Bung karno apakah ia bisa
membantu bisnis mertua Bung Karno yang berkaitan dengan perijinan pelabuhan.
Setelah dipelajari Ali Sadikin mengatakan tidak bisa. Peraturan mengatakan
demikian.

“ Ya sudah , kalau tidak bisa “ kata Bung Karno.

Bang Ali berpikir. Luar biasa ini manusia. Padahal sebagai Presiden ia bisa
memaksakan memberi perintah. Yang mengagumkan Bung Karno selanjutnya tidak
pernah dendam, bahkan kelak mengangkat May.Jend KKO Ali Sadikin sebagai Gubernur
Jakarta.


Dari
cerita tersebut diatas, kita tahu Bung Karno tidak pernah peduli dengan uang
atau harta. Ketika turun dari kekuasaan kita tak pernah tahu bahwa Bung Karno
dan keluarganya meninggalkan kekayaan yang melimpah ruah.

Saat mendapat surat
dari Jenderal Soeharto, bahwa Bung Karno harus meninggalkan Istana Merdeka
sebelum tanggal 16 Agustus 1967. Maka teman teman Bung Karno yang mengetahui
rencana itu segera menawarkan dan menyediakan 6 rumah untuk tempat tinggal dan
putera puteri Bung Karno.


Mendengar hal itu Bung Karno seketika marah, bahwa ia tidak menghendaki rumah
rumah itu. Ia menginginkan semua anak anaknya pindah ke rumah Ibu Fatmawati.

“ Semua anak anak kalau meninggalkan Istana tidak boleh membawa apa apa,
kecuali buku buku pelajaran, perhiasan sendiri dan pakaian sendiri. Barang
barang lain seperti radio , televisi dan lain lain tidak boleh dibawa ! “

Demikian Bung Karno memerintahkan.

Guntur
- putera tertua – setelah mendengar penjelasan itu merasa kecewa, karena ia
sudah terlanjur menggulung kabel antenna TV yang akhirnya tidak boleh dibawa
pergi.

Sementara Ibu Fatmawati mengeluh karena kamar di rumahnya tidak cukup.

Tak berapa lama datang truk dari Polisi yang membawa 4 tempat tidur dari kayu
yang bersusun, dengan kasur dan bantalnya tapi tanpa sprei dan sarung bantal.
Juga beras 6 karung.

“ Anak anakku semua disuruh tidur di tempat tidur susun dari kayu, tanpa
sprei dan sarung bantal “


Konon Ibu Fat, marah marah kepada utusan yang membawa perlengkapan itu.

Bung Karno keluar dari istana dengan mengenakan kaos oblong cap cabe dan
celana piyama warna krem. Baju piyamanya disampirkan ke pundak, dan ia memakai
sandal bata yang sudah usang. Tangan kanannya memegang kertas Koran yang
digulung, berisi bendera pusaka merah putih. Bendera yang dijahit oleh istrinya
sendiri, ibu Fatmawati ketika masa proklamasi kemerdekaan dahulu.

Tak ada voor ridjer, pengawalan atau penghormatan seperti ketika
Presiden Soeharto – yang diantar Jenderal Wiranto sampai ke mobil Mercedes -
meninggalkan Istana Merdeka setelah menyerahkan jabatannya kepada Habibie.


Ia meninggalkan istana dengan mobil vw kodok yang dikendarai seorang supir
asal kepolisian. Salah seorang anggota kawal pribadinya membawakan ovaltine,
minuman air jeruk, air teh, air putih, kue kue serta obat obatan Bung Karno.

Itulah seluruh harta yang dimiliki Bung Karno ketika meninggalkan Istana.

Selebihnya ditinggalkan.

Kelak harta kekayaan Soekarno yang ditinggal di Istana didata oleh pihak
penguasa dengan dibuatkan berita acara. Barang barang itu mulai dari logam emas
batangan, lukisan lukisan, buku buku, pakaian, minyak wangi, bolpen, uang
dollar yang semuanya bernilai tidak sedikit. Dan semua itu tidak pernah
diserahkan kepada Bung Karno atau keluarganya. Tidak jelas siapa yang mewarisi.


Pada akhirnya tidak penting juga mewarisi sebuah kekayaan. Karena dia bukan
berhala harta. Hanya sebuah janji yang tersisa yang wajib kita jaga, untuk
sebuah Indonesia
yang bersatu dan bermartabat. Tidak ada juga deal deal khusus. Hanya sebuah
persetujuan dalam segenggam bait puisi Chiril Anwar.

Janji itu terus melintas jaman. Sampai kapanpun.

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat

Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar

Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh....

Tidak ada komentar: